yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Senin, 10 November 2014

Kisah November

Jakarta, 5 September 2011
To: Rangga
Subject:  find your favorite story!
Hai Rangga... bagaimana kabarmu? Ah, tak perlu bertanya lagi. Kau tak akan menjawabnya kan, lagipula. Jadi Rangga, biarkan aku bercerita sekarang. Ada beberapa, dan kau boleh memilih salah satu kisah yang akan kau percayai.
Pada suatu ketika, seorang gadis bertemu dengan pangeran yang bukan impiannya secara mengejutkan. Entah bagaimana, keduanya tiba-tiba saling jatuh cinta, berciuman, dan tiba-tiba juga, lelaki itu pergi. Dia akan kembali satu purnama, janjinya. Perempuan itu tetap menunggu, hingga entah berapa banyak purnama yang sudah terlewat, lelaki itu tak pernah mendatanginya lagi. Mereka tak pernah bertemu, tapi tetap saling bertukar kabar. Sembilan tahun berlalu, dan hubungan mereka tak pernah kemana-mana. Sebuah kisah, mestinya diakhiri dengan kata “bahagia selamanya”, bukan?. Tapi kisah mereka agaknya harus berakhir tanpa kata penutup.
Kamu juga bisa memilih kisah ke-2 Rangga,
Mr. X meletakkan bunga di dalam loker gadis yang tengah merana.Lelaki yang menawarkan cinta, ketika kekasihnya tak pernah kembali. Dulu, gadis itu begitu kesal karena seseorang berhasil mengalahkannya di sebuah lomba. Kecewa,marah, karena orang yang mengalahkannya tak lebih dari lelaki berdarah dingin saja.  Tapi kekalahan kadang memberikan hadiah yang lebih baik: cinta dari Rangga. Sudah saatnya, gadis itu mengalah lagi, barangkali, untuk mendapatkan hal yang lebih baik. Ia tak sanggup lagi mempertahankan apa yang telah pudar. Apa yang datang, sudah seharusnya dilepas pergi.Sebab kepergian, selalu mendatangkan sesuatu yang baru.
Carmen menikah minggu lalu, Rangga. Maura dan Alya, kau tahu sendiri, sudah tak lajang lagi beberapa tahun silam. Hanya tinggal aku dan Milly. Milly memutuskan untuk melajang dan fokus melayani Tuhan. Aku ingin hidup melajang juga, dan fokus melayani hidupmu yang bebas itu . Kau terus pergi menyuarakan suara-suara terpinggirkan, tapi tak mau mendengar rintih rindu gadis yang kau sebut sebagai cinta sejatimu. Usiaku 26 Rangga. Aku tak bisa lagi menunggu ribuan purnama agar kau bisa pulang.

November depan, aku akan menikah dengan Mr. X itu. Jangan datang, Rangga, sebab kau akan membuat calon mempelai yang sudah menyebarkan ratusan undangan, mempersiapkan gaun, menyewa gedung dan katering, bertingkah kekanak-kanakan. Aku akan berubah pikiran, dan mengesampingkan semua norma masyarakat. Barangkali aku akan lari ke pelukanmu dan mengatakan hal yang selalu aku katakan selama ini, I love you, as always.

Your love, Cinta
***
Dennis sedang memperhatikan tetesan darah yang menggenang di lantai. Tangan kirinya terluka, dan kulihat tak ada perban di sana. di depannya, ada kotak P3K yang tak ia sentuh. Ini terjadi lagi.
“Akhirnya kamu datang, Cinta..,” katanya sambil tersenyum.
Aku menuangkan alkohol, dan mulai membalut lukanya.
“Apa sakit?”
“Hmmmmm...,” jawabnya, meskipun wajahnya tak tampak kesakitan. Dia tetap tersenyum seolah tak merasakan apa pun.
“Apa yang terjadi?”
 “Seseorang menggunakan pisau untuk melukai tanganku. Aku tak melawan, karena itu yang kuharapkan. Jika tidak, kamu akan tetap keluar kota kan?”
“Dennis!” teriakku marah.
Ia selalu melukai dirinya sendiri setiap kali aku menolak keinginannya. Entah berapa lama ia bertahan dengan cara seperti ini. Sudah terlalu banyak luka di tangannya.
“Kadang, kamu membuatku takut Dennis!”
“Aku hanya, aku takut kamu tidak akan kembali jika kamu pergi. Kita akan menikah November besok. Kamu kan menikah denganku, bukan dengan pekerjaanmu kan? Jika tidak begini, kamu akan tetap pergi kan?”
***
Jakarta, 4 Oktober 2011
Aku memeriksa email, dan masih tidak ada jawaban dari Rangga. Wajah Dennis, orang tua dan teman-temanku, bergantian datang, tapi wajah Rangga tak bisa kuusir pergi begitu saja. Meski aku begitu ingin menahannya, aku tetap menulis surat itu.
To : Rangga
Subject : Jangan pulang November ini
Hari ini calon suamiku melukai dirinya sendiri dengan pisau agar aku tak kemana-mana. Haruskah aku melakukannya dulu saat kau akan pergi? Aku akan menikah bulan November Rangga, tanggal 11. Jangan datang, karena aku benar-benar akan berubah pikiran jika aku melihatmu. Bahkan sekali saja.
***
Jakarta, 27 Oktober  2011
Aku memeriksa website tempat foto-foto Rangga biasanya diunggah. Sebuah media pers internasional yang dipercaya khalayak ramai. Tak ada foto jepretan Rangga di sana. Ada banyak foto baru, tapi tak satupun yang merupakan karyanya. Aku memeriksa foto-foto lain. Barangkali aku salah. Tidak mungkin. Sudah dua bulan ia tak menyetor foto ke media itu. Biasanya, selalu ada foto baru darinya setiap 2 minggu. Apakah sesuatu telah terjadi?

Aku hendak mengirim email lagi, sebelum suara kecil di dalam batinku memintaku untuk berhenti. “Kamu tidak punya harga diri Cinta!” aku akan menikah dengan Dennis. Pikiranku beralih pada nomor teleponnya. Dia tidak mungkin mengangkatnya. Bagaimana dengan keluarga? Tak ada. Orang tuanya sudah meninggal, dan dia tak pernah bercerita soal keluarga lain. Pilihanku jatuh pada pers tempat Rangga bekerja.

“Can I speak to Mr. Jack Brown?” Orang itu sering Rangga ceritakan dulu.
Aku menunggu beberapa lama, sebelum suara berat laki-laki terdengar.
“Cinta? Rangga’s girlfriend, right?”
“Yes I guess.”
 “So, you do exist...Great, now I’m speaking to the most beautiful women in Indonesia, hahaha. Do you know Cinta, I really see you in his poetry. Every poetry. Its crazy. So, how is your wedding with Rangga? When it come?”
“My wedding with...”
***
“Cinta...kenapa lo?” tanya Milly saat aku tak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di tanganku. tanganku tremor. Apa yang harus kulakukan sekarang?

Carmen, Maura dan Alya melihat tanpa berkomentar. Mereka hanya memandangku saja, mengawasiku bergerak tanpa berkata sepatah  katapun. Terlalu banyak pikiran berhamburan dikepala. Puzzle-puzzle yang hilang kini terisi.

Pernikahanku tinggal dua hari lagi. Kenapa telepon Brown datang pada saat-saat seperti ini?
Rangga mengundurkan diri dari pekerjaannya Agustus lalu agar ia bisa menikah dengan gadis yang paling ia cintai dan paling cantik di jadah raya: aku. Itu yang Brown katakan. Perusahaan tak tahu apa yang terjadi, sampai beberapa hari yang lalu Rangga ditemukan pingsan di atas salju dalam kondisi kedinginan dan telanjang.

“Rangga diculik...dia disiksa. Orang-orang tak tahu apa yang terjadi karena dia mengundurkan diri. tapi sebenarnya dia diculik...dia diculik....dia berhasil kabur....tapi dia...”

“Pelan-pelan dong Cin, gue enggak ngerti!” gerutu Milly.

Apa yang harus kulakukan sekarang? pernikahanku tinggal menghitung hari. Aku tidak mungkin menggagalkan semua hanya untuk Rangga. Orang yang kucintai memang sedang terluka di sana, tapi...aku tak bisa melakukannya. Terlalu banyak yang harus kukorbankan. Lagipula, Dennis benar-benar mencintaiku. Rangga yang harus datang menemuiku. 

“Cinta...!” Maura memanggil.

“Rangga...aku harus menemui Rangga,” tekadku kuat, mengesampingkan semua hal. Aku harus menemuinya.

"Cinta...Cin!" Milly berteriak.

Saat itulah tiba-tiba aku mendengar suara deheman dari belakangku. Berat, dan terdengar ringkih. Seorang laki-laki dengan wajah pucat dan tampak sangat kurus, berambut keriting, dan tampak ringkih, tersenyum ke arahku. Rangga. Lelaki berambut pirang memapahnya bersama dengan asisten rumah tanggaku.

"Aku pulang!"


Tulisan ini diikutikan dalam #KisahNovember @kampusfiksi






separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories