Jakarta,
5 September 2011
To:
Rangga
Subject:
find your favorite story!
Hai
Rangga... bagaimana kabarmu? Ah, tak perlu bertanya lagi. Kau tak akan
menjawabnya kan, lagipula. Jadi Rangga, biarkan aku bercerita sekarang. Ada beberapa,
dan kau boleh memilih salah satu kisah yang akan kau percayai.
Pada
suatu ketika, seorang gadis bertemu dengan pangeran yang bukan impiannya secara
mengejutkan. Entah bagaimana, keduanya tiba-tiba saling jatuh cinta, berciuman,
dan tiba-tiba juga, lelaki itu pergi. Dia akan kembali satu purnama, janjinya. Perempuan
itu tetap menunggu, hingga entah berapa banyak purnama yang sudah terlewat,
lelaki itu tak pernah mendatanginya lagi. Mereka tak pernah bertemu, tapi tetap
saling bertukar kabar. Sembilan tahun berlalu, dan hubungan mereka tak pernah
kemana-mana. Sebuah kisah, mestinya diakhiri dengan kata “bahagia selamanya”,
bukan?. Tapi kisah mereka agaknya harus berakhir tanpa kata penutup.
Kamu juga bisa memilih kisah ke-2
Rangga,
Mr.
X meletakkan bunga di dalam loker gadis yang tengah merana.Lelaki yang
menawarkan cinta, ketika kekasihnya tak pernah kembali. Dulu, gadis itu begitu
kesal karena seseorang berhasil mengalahkannya di sebuah lomba. Kecewa,marah,
karena orang yang mengalahkannya tak lebih dari lelaki berdarah dingin saja. Tapi kekalahan kadang memberikan hadiah yang
lebih baik: cinta dari Rangga. Sudah saatnya, gadis itu mengalah lagi, barangkali, untuk
mendapatkan hal yang lebih baik. Ia tak sanggup lagi mempertahankan apa yang
telah pudar. Apa yang datang, sudah seharusnya dilepas pergi.Sebab kepergian,
selalu mendatangkan sesuatu yang baru.
Carmen
menikah minggu lalu, Rangga. Maura dan Alya, kau tahu sendiri, sudah tak lajang lagi
beberapa tahun silam. Hanya tinggal aku dan Milly. Milly memutuskan untuk
melajang dan fokus melayani Tuhan. Aku ingin hidup melajang juga, dan fokus
melayani hidupmu yang bebas itu . Kau terus pergi menyuarakan suara-suara
terpinggirkan, tapi tak mau mendengar rintih rindu gadis yang kau sebut sebagai
cinta sejatimu. Usiaku 26 Rangga. Aku tak bisa lagi menunggu ribuan purnama
agar kau bisa pulang.
November
depan, aku akan menikah dengan Mr. X itu. Jangan datang, Rangga, sebab kau akan
membuat calon mempelai yang sudah menyebarkan ratusan undangan, mempersiapkan
gaun, menyewa gedung dan katering, bertingkah kekanak-kanakan. Aku akan berubah
pikiran, dan mengesampingkan semua norma masyarakat. Barangkali aku akan lari
ke pelukanmu dan mengatakan hal yang selalu aku katakan selama ini, I love you,
as always.
Your
love, Cinta
***
Dennis
sedang memperhatikan tetesan darah yang menggenang di lantai. Tangan kirinya
terluka, dan kulihat tak ada perban di sana. di depannya, ada kotak P3K yang
tak ia sentuh. Ini terjadi lagi.
“Akhirnya
kamu datang, Cinta..,” katanya sambil tersenyum.
Aku
menuangkan alkohol, dan mulai membalut lukanya.
“Apa
sakit?”
“Hmmmmm...,”
jawabnya, meskipun wajahnya tak tampak kesakitan. Dia tetap tersenyum seolah
tak merasakan apa pun.
“Apa
yang terjadi?”
“Seseorang menggunakan pisau untuk melukai
tanganku. Aku tak melawan, karena itu yang kuharapkan. Jika tidak, kamu akan
tetap keluar kota kan?”
“Dennis!”
teriakku marah.
Ia
selalu melukai dirinya sendiri setiap kali aku menolak keinginannya. Entah
berapa lama ia bertahan dengan cara seperti ini. Sudah terlalu banyak luka di
tangannya.
“Kadang,
kamu membuatku takut Dennis!”
“Aku
hanya, aku takut kamu tidak akan kembali jika kamu pergi. Kita akan menikah
November besok. Kamu kan menikah denganku, bukan dengan pekerjaanmu kan? Jika tidak begini, kamu akan tetap pergi kan?”
***
Jakarta, 4 Oktober 2011
Aku memeriksa email,
dan masih tidak ada jawaban dari Rangga. Wajah Dennis, orang tua dan
teman-temanku, bergantian datang, tapi wajah Rangga tak bisa kuusir pergi
begitu saja. Meski aku begitu ingin menahannya, aku tetap menulis surat itu.
To
: Rangga
Subject
: Jangan pulang November ini
Hari
ini calon suamiku melukai dirinya sendiri dengan pisau agar aku tak
kemana-mana. Haruskah aku melakukannya dulu saat kau akan pergi? Aku akan
menikah bulan November Rangga, tanggal 11. Jangan datang, karena aku benar-benar
akan berubah pikiran jika aku melihatmu. Bahkan sekali saja.
***
Jakarta, 27 Oktober 2011
Aku memeriksa website
tempat foto-foto Rangga biasanya diunggah. Sebuah media pers internasional yang
dipercaya khalayak ramai. Tak ada foto jepretan Rangga di sana. Ada banyak foto
baru, tapi tak satupun yang merupakan karyanya. Aku memeriksa foto-foto lain. Barangkali
aku salah. Tidak mungkin. Sudah dua bulan ia tak menyetor foto ke media itu. Biasanya,
selalu ada foto baru darinya setiap 2 minggu. Apakah sesuatu telah terjadi?
Aku hendak mengirim
email lagi, sebelum suara kecil di dalam batinku memintaku untuk berhenti. “Kamu
tidak punya harga diri Cinta!” aku akan menikah dengan Dennis. Pikiranku beralih
pada nomor teleponnya. Dia tidak mungkin mengangkatnya. Bagaimana dengan
keluarga? Tak ada. Orang tuanya sudah meninggal, dan dia tak pernah bercerita
soal keluarga lain. Pilihanku jatuh pada pers tempat Rangga bekerja.
“Can I speak to Mr.
Jack Brown?” Orang itu sering Rangga ceritakan dulu.
Aku menunggu beberapa lama, sebelum suara berat laki-laki terdengar.
“Cinta? Rangga’s girlfriend,
right?”
“Yes I guess.”
“So, you do exist...Great, now I’m speaking to
the most beautiful women in Indonesia, hahaha. Do you know Cinta, I really see
you in his poetry. Every poetry. Its crazy. So, how is your wedding with Rangga? When it come?”
“My wedding with...”
***
“Cinta...kenapa lo?”
tanya Milly saat aku tak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di tanganku.
tanganku tremor. Apa yang harus kulakukan sekarang?
Carmen, Maura dan Alya melihat
tanpa berkomentar. Mereka hanya memandangku saja, mengawasiku bergerak tanpa
berkata sepatah katapun. Terlalu banyak
pikiran berhamburan dikepala. Puzzle-puzzle yang hilang kini terisi.
Pernikahanku tinggal
dua hari lagi. Kenapa telepon Brown datang pada saat-saat seperti ini?
Rangga mengundurkan
diri dari pekerjaannya Agustus lalu agar ia bisa menikah dengan gadis yang
paling ia cintai dan paling cantik di jadah raya: aku. Itu yang Brown katakan. Perusahaan
tak tahu apa yang terjadi, sampai beberapa hari yang lalu Rangga ditemukan pingsan
di atas salju dalam kondisi kedinginan dan telanjang.
“Rangga diculik...dia
disiksa. Orang-orang tak tahu apa yang terjadi karena dia mengundurkan diri.
tapi sebenarnya dia diculik...dia diculik....dia berhasil kabur....tapi dia...”
“Pelan-pelan dong Cin,
gue enggak ngerti!” gerutu Milly.
Apa yang harus kulakukan
sekarang? pernikahanku tinggal menghitung hari. Aku tidak mungkin menggagalkan
semua hanya untuk Rangga. Orang yang kucintai memang sedang terluka di sana,
tapi...aku tak bisa melakukannya. Terlalu banyak yang harus kukorbankan. Lagipula,
Dennis benar-benar mencintaiku. Rangga yang harus datang menemuiku.
“Cinta...!” Maura memanggil.
“Rangga...aku harus menemui
Rangga,” tekadku kuat, mengesampingkan semua hal. Aku harus menemuinya.
"Cinta...Cin!" Milly berteriak.
Saat itulah tiba-tiba aku mendengar suara deheman dari belakangku. Berat, dan terdengar ringkih. Seorang laki-laki dengan wajah pucat dan tampak sangat kurus, berambut keriting, dan tampak ringkih, tersenyum ke arahku. Rangga. Lelaki berambut pirang memapahnya bersama dengan asisten rumah tanggaku.
"Aku pulang!"
Tulisan ini diikutikan dalam #KisahNovember @kampusfiksi
Tulisan ini diikutikan dalam #KisahNovember @kampusfiksi
0 komen:
Posting Komentar