yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Rabu, 18 Maret 2015

Setelah Berhenti Bermimpi

Tadi malam, saya baru saja menonton sebuah variety show dari korsel berjudul Hello Counsellor. Wait...saya bukan membahas demam K-pop, drama atau sebangsanya dari negeri yang selalu melaksanakan wamil tanpa pandang bulu itu. Apa yang saya katakan adalah sesuatu yang kita semua miliki: mimpi, impian, cita-cita. Sebuah pertanyaan yang sederhana namun menyesakkan saya temukan: haruskah menyerah sekarang?


Dalam salah satu kasus di Hello Counsellor, ada seorang gadis berusia 27 tahun dengan tinggi bahan sekitar 170, bermata kecil dan tampak kurang percaya diri ketika dia berjalan. Sebuat saja Kim. Ia mengenakan celana jeans sepaha, dengan kaos tak bermotif, dan potongan rambut sepanjang bahu. Sangat sederhana. Di dalam acara tersebut, masing-masing peserta akan menceritakan permasalahan yang dialami, kemudian judge (mungkin 150 penonton) dan bintang tamu akan melakukan voting: it’s corcern or not. Orang yang memiliki vote tertinggi akan mendapatkan hadiah sebagai imbalan.


Hari itu Kim datang untuk mendapatkan vote. Berbeda dari kasus-kasus lain, Kim tidak menceritakan kesulitan yang dihadapinya karena orang lain, seperti orang yang parasit, terlalu banyak omong, egois atau mengganggu privasinya.Keinginannya sedehana: ibunya harus menyerah! Dia sudah tidak sanggup lagi berjuang. Sudah saatnya si ibu berhenti memperjuangkan mimpi yang sudah Kim tinggalkan. Kim yakin, sudah tidak ada kesempatan baginya menjadi penyanyi. Dia beralasan, dia sudah cukup berusaha, tapi tidak pernah mendapatkan hasil, dan usianya juga sudah terlalu tua untuk memulai debut sebagai penyanyi.



Dia bercerita, menjadi penyanyi adalah impiannya sejak sekolah menengah. Ia sudah berlatih keras, dan berkali-kali mengikuti audisi, tetapi tidak ada satupun agensi yang menerima bakat dan mimpinya. Pada suatu hari, seseorang dari agensi X datang dan menawarkan sebuah penawaran menggiurkan. Seperti ketakutan kita semua, hanya mimpi yang gratis. “Uang atau tidak ada yang bisa dilakukan untuk karirmu,” begitu katanya. Ibunya yang berperngasilan pas-pasan, berhasil mengumpulkan uang dan menyetorkannya. Namun, seperti banyak orang licik yang memanfaatkan keinginan orang lain, oknum itu melakukan hal yang sama: menipu kedua orang itu. Mimpi gadis itu dihantam sekali lagi, dan kini dia memutuskan untuk menyerah.



Kenapa harus menyerah? Coba kita dengar dulu suaranya. Dan ya... Kim diminta untuk menunjukkan kebolehannya di depan judge, host dan bintang tamu. Sedetik...dua detik....Dia bisa nyanyi kok! Bisa, tapi memang tidak istimewa: itu kesimpulan saya. Ternyata, judge pun berpikiran sama. Mereka ingin Kim menyerah. Apa artinya? “Hei Kim, menyerahlah. Sudah tidak ada kesempatan yang tersisa,” itulah yang dikatakan ratusan orang melalui votenya. 



Namun, apa itu artinya menyerah? Menariknya dari dalam kepala dan hati, mencincang-cincang mimpi itu, lalu mengubur dan menguncinya di dalam loker.  Membuang kuncinya selama-lamanya. Itu yang harus dilakukan. Jika tidak, mimpi yang ditinggalkan justru lebih menyeramkan. Ia muncul dari bayang-bayang, dengan kekuatan mendesak yang lebih besar, lebih hebat dan menyiksa daripada mimpi yang dikejar meski dengan tubuh yang sudah payah dan koyak.




Paling tidak, itulah yang saya lihat dari ibu Kim. Ibu Kim ingin menjadi penyanyi pada masa mudanya, lalu ia memutuskan untuk menyerah. Lalu apa yang terjadi? Keinginan wanita setengah baya itu untuk membuat Kim menjadi penyanyi, jauh lebih besar daripada keinginan Kim sendiri. Saya bahkan tidak yakin, jika mimpi itu memang benar-benar berasal dari diri Kim. Jangan-jangan, ibunya lah yang terus mendorong mimpi itu kepada putrinya. Memintanya untuk tidak menyerah, seolah-olah sedang mengatakan hal yang sama untuk dirinya sendiri di masa muda. Memohon agar Kim terus berjuang, meski sudah 3 tahun Kim memutuskan untuk menyerah. 



Saya bisa melihat mata ibu Kim yang basah ketika mendapatkan hasil: putrinya harus menyerah, sementara putrinya tampak lebih tegar. Seolah-olah, ibunyalah yang tengah dinilai. Mimpinyalah yang sedang dimusnahkan oleh kerjasama ratusan orang. Mereka memintanya meninggalkan apa yang menurut logika, sudah tidak pantas dan tidak bisa diperjuangkan lagi. Tapi, apakah benar, ini adalah akhir perjuangan? Inikah saatnya untuk menyerah? Mampukah kita benar-benar menyerah tanpa digerogoti rasa bersalah dan penyesalan di masa depan?
separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories