yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Senin, 03 Juni 2013

Netral itu Menggalaukan

Kenyataan bahwa manusia harus toleran, dan menghargai persamaan adalah hal yang kadang membuat saya bimbang dan galau (walaupun banyak hal lain yang membuat galau juga). Apalagi kalau harus bersikap netral.

Hal ini saya rasakan ketika mengikuti sebuah diskusi yang diadakan oleh komunitas LGBT dan sebuah forum mahasiswa pada Senin (3/6) di Yogyakarta.

Mereka berkata bahwa mereka memang terlahir seperti itu. Saya kembali mengingat pernyataan seorang trasgender dua tahun lalu. 

“Apabila Tuhan hanya menciptakan siang dan malam, lalu dimanakah sore dan pagi?” 

Mereka yakin, menjadi seorang homoseksual maupun transeksual bukanlah sebuah pilihan. 

Mereka melanjutkan, hal itu merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolak. They born this way.  

Seperti kita yang terlahir sebagai heteroseksual.
http://dcsu.co.uk/files/lgbt-logo.jpg

Benarkah ? Saya tahu, tidak pada tempatnya saya mempertanyakan kebenaran. 

Sebab benar dan salah selalu mengkotak-kotakkan sesuatu.

Menjadikan hal yang tidak “benar” sebagai benda keji yang harus dijauhi. 

Sementara orang-orang yang merasa telah benar menjadi petantang-petenteng tanpa mau membuka pikiran lagi. 

Mungkin benar apa kata Ayu Utami, kebenaran haruslah menjadi sesuatu yang tertunda. 

Sebab, bila kebenaran adalah saat ini, maka ia akan menjelma kekuasaan dan kita akan berhenti untuk terus mencari hal yang mendekati benar.

Akan tetapi, ada baiknya saya memaparkan beberapa hal yang pernah dianggap benar oleh sejumlah ilmuan mengenai hal ini (seperti biasa, teori dan hasil penelitian memang debatable). 

Pernyataan bahwa LGBT bukan merupakan pilihan tapi sesuatu yang harus diterima apa adanya, menuntut penjelasan lebih lanjut.

Sebagai mahasiswi psikologi, kami terbiasa menganalisis mind and behavior manusia melalui nature (bawaan) dan nurture(lingkungan)nya di mana keduanya saling mempengaruhi. 

Dari segi nature, kita tidak bisa lepas dari hormon, otak dan genetika. 

Benarkan LGBT disebabkan oleh faktor bawaan ? 

Dari situs http://www.samesexattraction.org disebutkan bahwa tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bahwa gay dan lesbian disebabkan oleh kelainan hormon, otak maupun genetika. 

Apabila tertarik, mungkin bisa mengkomparasikan LGBT dengan kelainan kromosom seperti pseudomale (pria tersamar), pseudofemale (wanita tersamar), female-pseudohermaprodite, male-pseudohermaprodite atau kelainan-kelainan lain. 

Dalam hal ini, bisakah kita mengatakan bahwa LGBT mungkin tidak disebabkan oleh pengaruh bawaan ? sepertinya butuh penelitian ya...:)

Masalah nurture atau lingkungan, tidak dapat kita lepaskan dari kehidupan keluarga (yang biasanya menjadi cikal bakal kemunculan perbedaan orientasi seksual) dan komunitas (paling kuat pada masa remaja dan dewasa dimana mereka mulia berjarak dengan keluarga). 

Orang yang memiliki ayah yang kasar, atau ibu yang terlalu dominan dianggap membuat seorang pria bisa berubah menjadi gay (tentu ini masih bisa didiskusikan, terutama karena saya belum membaca hasil penelitian yang membuktikan hal ini). 

Orang-orang yang bergaul di komunitas LGBT, dimana mereka melihat LGBT bukanlah sebuah penyakit, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi LGBT juga (?). 

Dalam hal ini, tentu kita tidak bisa serta merta mengatakan LGBT merupakan produk dari lingkungan saja atau bawaan saja. 

Mungkin benar kata Passer & Smith, jika suling adalah nature dan orang yang meniup adalah nurture, dapatkan kita mengatakan bunyi yang dihasilkan suling adalah produk suling atau produk si musisi?

Saya paham, tentu manusia tidak akan puas ketika menemukan jawaban menggantung seperti diatas. 

Manusia tidak puas ketika belum menemukan kebenaran. 

Maka, kita akan kembali pada penelaahan pribadi yang subjektif (keyakinan subjektif, seperti juga subjective well being terkadang memang tidak perlu diperdebatkan). 

Saya percaya bahwa manusia dapat bertahan hidup selama ratusan tahun (mungkin ribuan) karena proses adaptasinya yang baik. 

Binatang beradaptasi dengan mengubah bentuk fisiknya (secara keilmuan saya percaya pada teori evolusi), sementara manusia mengubah lingkungan fisiknya (fisik juga, tapi tidak terlalu ekstrem. 

Saya jadi ingat jumlah hemoglobin orang di dataran tinggi yang katanya lebih banyak dibandingkan orang di dataran rendah, taraf toleransi terhadap polusi, dll). 

Ketertarikan pada lawan jenis adalah salah satu blue print untuk mempertahankan spesiesnya (fungsi reproduksi). Maka, sewajarnya pria dan wanita memang mencintai apa yang dipasangkan untuknya.

Kemudian, dengan latar belakang agama saya yang melarang adanya homoseksual, sebagai penganut agama itu, jelas saya akan mengatakan bahwa perilaku seksual mereka salah. 

Perilaku seksual berbeda dengan orientasi seksual. Seorang pria yang melakukan aktivias seksual dengan sejenisnya, kita sebut melakukan perilaku seksual. Kita mengatakan seseorang gay (sebagai orientasi seksual) ketika dia juga melibatkan perasaan cinta

Apabila homoseksual memang diciptakan oleh Tuhan (sebagaimana kita terlahir sebagai heteroseksual), mengapa hal ini jelas-jelas dilarang ? 

Dengan demikian, bukankah kita baru saja mengatakan Tuhan tidak adil pada makhluknya?


Sampai disini, anda pasti bisa melihat betapa galaunya saya. Tulisan saya kesana kemari tanpa tujuan yang jelas (barangkali hanya untuk melegakan pikiran saya, atau membuat halaman blog saya terupdate setelah 6 bulan mati suri). Mungkin benar kata salah seorang kawan saya, bersikap netral itu lebih sulit daripada berpihak J
separador

2 komen:

Say_Ane mengatakan...

*numpang ikutan galau*

Jual Tanah mengatakan...

www.jualsewatanah.com

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories