daripada sia-sia, saya laporkan hasil reportase saya tentang aksi jelang pilrek UGM. Secara subjektif, saya mengakui kagum pada aksi 'wakil' mahasiswa dalam menyongsong pilrek yang jurdil, namun seca objektif, saya kecewa karena aksi semacam ini hanya menjadi semacam gertak sambel. tidak mempan, tidak mampu berbuat banyak. karena apa ? karena aksi berangkat dari kecurigaan semata-mata, bukannya bukti nyata.
Pada Rabu(14/3), di Balairung Utara UGM, telah berkumpul
ratusan orang. Kumpulan mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya,
GARPU(Gerakan Aliansi Peduli UGM), untuk ke-empat kalinya, kembali membuat
aksi. Kali ini, GARPU melakukan longmarch dari Bunderan UGM menuju
Balairung. Mereka membawa
spanduk-spanduk yang berisi kecaman terhadap PAH, MWA dan proses penyelenggaraan
Pilrek. Misalnya, “PAH tidak independen. Ganti anggota PAH”, atau “Ada Apa
dengan Pilrek UGM?”. Beberapa pengunjuk rasa menggunakan topeng yang merupakan
simbolisasi atas ketua MWA, Sofian Effendi.
saat menunggu perwakilan MWA keluar |
MWA tak kunjung keluar, GARPU melakukan aksi bakar ban |
kericuhan sempat terjadi saat GARPU mendekati kantor MWA dan memaksa masuk |
setelah menunggu selama beberapa jam, wakil MWA dan PAH mau berdiskudi di balairung |
Menurut Pandhuri Jayadi, koordinator GARPU, aksi ini ditujukan untuk menjaga agar pemilihan rektor(Pilrek) UGM periode
2012-2017 berjalan jujur dan bersih. Masih menurut Pandhuri, sejak PAH(Panitia
Ad-Hoc) dibentuk, muncul berbagai penyimpangan dalam penyelenggaraan pilrek.
Misalnya, adanya dualisme aturan yang dibuat MWA, masa pendaftaran rektor yang
diperpanjang, pembuatan peraturan yang membatasi usia calon rektor dan jadwal
pilrek yang tidak konsisten.
Menanggapi hal tersebut, Supomo mengatakan apabila dualisme aturan yang dipakai, disesuaikan dengan status hukum UGM saat ini. (monggo dicari sendiri, saya sedang malas mengetik). kemudian, untuk pembatasan umur bagi calon, juga didasarkan pada pertimbangan masa pensiun rektor yang kelak akan menjabat.
Menanggapi hal tersebut, Supomo mengatakan apabila dualisme aturan yang dipakai, disesuaikan dengan status hukum UGM saat ini. (monggo dicari sendiri, saya sedang malas mengetik). kemudian, untuk pembatasan umur bagi calon, juga didasarkan pada pertimbangan masa pensiun rektor yang kelak akan menjabat.
0 komen:
Posting Komentar