Entah sudah berapa detik yang tergadaikan demi sebuah obsesi. Ribuan
bulir keringat jatuh tercucur lantas terinjak. Namun takdir belum
mempertemukanku dengan sang pujangga. Dia yang akan membawaku ke dalam damai
dan puas terhadap segala bubuh yang terkulai dalam rengkuhanku. Sebab aku
terkurung dalam sendu.
Segala hal
terlihat begitu menyedihkan saat gagal. Bahkan sekalipun hal ini tak
berpengaruh sama sekali pada kegagalan. Ketika
seseorang sedang bersedih, segala hal disekitarnya tampak seperti neraka.
Hanya kegagalan dan kesedihan, derita serta tangis yang tampak di depan
matanya. Kedengarannya mengejutkan, kan? Pada saat saya menuliskan bagian ini,
ya...yang berwarna bold saya merasa bangga pada diri saya sendiri. Sebab, itu
berarti saya masih mengingat mata kuliah psikologi sosial yang saya pelajari
hampir 1 tahun lalu. Merasa pintar ? agaknya demikian.
Well, pada
baris berikutnya(baris ini) mood saya berubah lagi. Ketika saya melihat IP semester
ini, (saya sangat benci persoalan remeh seperti ini, tapi mau-tidak mau, saya
harus menggantungkan hidup saya padanya) saya merasa ‘bodoh’. Hasil studi
semester ini jauh dari harapan saya.
Kemudian saya
bertanya-tanya. Apa yang salah?
Bukankah saya
masih orang yang sama ketika beberapa waktu lalu mendapatkan hasil yang
gemilang soal hal remeh ini? tentu saja. Kurasa, kapasitas otakku pun sama. Saya
masih harus membaca. Walaupun jengah. Sebab, saya harus membuka kamus bahasa
inggris dan terdiam sejenak untuk memahami. Bukankah saya masih menyukai ilmu
psikologi? Tentu saja.
Jadi,
seharusnya hasil semester ini sama dengan semester sebelumnya. Bahkan lebih
baik, karena saya semakin memahami apa yang sedang saya pelajari. Namun,
sepertinya tidak ada hal yang statis disini. Kenaikan tingkat,bertambahnya
semester, agaknya memerlukan peningkatan kapasitas juga. Tentu bukan kapasitas
otak, sebab organ satu ini agaknya tidak dirancang untuk berkembang dengan
ekstrim pada usia dewasa. Namun, peningkatan yang lain. Mungkin fleksibelitas,
barangkali usaha, atau mungkin ketahanan terhadap kegagalan. Entahlah. Semua
orang memiliki kecenderungan tersendiri.
Ngomong-ngomong
soal kecenderungan, saya ingin menjadi pohon dalam hal ini. Mereka memiliki
jutaan daun dan pada saatnya, sebagian dari dedaunan akan jatuh lantas daun
baru bertumbuh. Di tanah, mereka akan membusuk dan memberikan nutrisi baru bagi
si pohon. Saya selalu percaya, kegagalan akan memberikan nutrisi baru bagi
perkembangan seseorang. Tidak selalu kemampuan. Kegagalan bukan hanya
‘kemenangan yang tertunda’. Dia akan membuat seseorang lebih kuat. Suatu hari
nanti ketika saya mendapatkan permasalahan/kegagalan lagi, saya selalu bisa
meyakinkan diri sendiri “Kamu pernah
melewatinya, ini mudah diatasi”.
Bukan hanya itu, saya membutuhkan kegagalan,
hanya untuk berkata “Jangan takabur.” Atau agar saya bisa lebih mendekatkan
diri kepada Sang Pemberi Kegagalan maupun Kemenangan. Dan saya selalu percaya, kegagalan
bukanlah kemenangan yang tertunda. Kegagalan adalah jalan untuk mencapai
kemenangan. Saya yakin, saya akan memperoleh kemenangan lagi.
0 komen:
Posting Komentar