yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Kamis, 09 Februari 2012

APAKAH AKU AKAN GILA?



Aku sudah sering berpikir soal kehidupan. Soal takdir. Soal takhayul. Bahkan, aku pernah berpikir tentang pikiranku sendiri. Kau tahu, semuanya selalu berakhir dengan “Ah, nanti aku bisa gila”


Selalu saja begitu. seperti halnya ketika masih kecil, saat masih duduk di bangku SD, aku selalu bertanya-tanya “apa aku keturunan nabi?” sebab, guru agamaku sering sekali menceritakan kisah nabi yang begitu menginspirasi. Maka, aku ingin menjadi bagian dari mereka dan menjadi inspirasi buat orang lain. Gilanya, aku sempat berpikir jika aku ‘mungkin’ adalah nabi.


Lalu, aku ingat bahwa Muhammad SAW adalah nabi terakhir. Tentu saja, aku akan menjadi nabi palsu. Lantas aku mulai berpikir, “siapa tahu aku keturunan beliau”. Guru agamaku bilang, keluarga nabi adalah golongan yang dimuliakan oleh Allah. Maka, aku ingin menjadi keluarga nabi. Barangkali aku memang keluarga nabi. Aku mulai mengingat-ngingat orang tuaku, mengenali siapa kakek-nenekku, lalu mulai bertanya siapa kakek buyutku. Ketika sampai pada tahap kakek buyut, aku berniat untuk mencari tahu lebih lanjut tentang orang tua kakek-nenek buyutku. Lalu? Langkahku terhenti. Setelah kakek buyut, siapa lagi yang bisa kutanyai ? apa aku harus bertanya pada orang mati? Dan aku selalu berkata pada diriku sendiri “Nanti aku bisa gila” dan aku hanya bisa memandangi foto kakek buyutku yang berwarna hitam putih.


Kini, gilanya, aku mulai tertarik memikirkan kehidupanku lagi. Semoga aku tidak gila. Aku bertanya-tanya, “Kenapa aku dilahirkan di keluargaku? Apa tidak mungkin aku tertukar?” pertanyaan ini pernah kutanyakan pada saat aku menyadari “Aku berbeda dari sepupuku, bahkan ibuku”. Entah hal positif maupun negatif, kami memiliki banyak perbedaan. Juga soal kulitku yang kecoklatan. Ibuku dengan bercanda selalu berkata “Kamu ketuker di rumah sakit kayaknya.” Aku benci ucapan seperti itu. Walaupun itu bercanda, aku tetap benci pada hal itu.


Kini saat aku mulai kuliah dan belajar psikologi, aku kembali memikirkan tentang kehidupan. Soal nature dan nurture. Sejauh mana gen(nature) maupun nurture(lingkungan) mempengaruhi perkembangan hidup manusia. Aku kembali berpikir. Apakah nature dan nurture mempengaruhi kehidupan dan takdir juga?
Soal pengalaman di keluarga. Apakah korban KDRT akan melakukan hal yang sama pada anaknya? Ini bukan soal balas dendam. Orang tua bukanlah senior di sekolah yang melakukan ospek untuk membalaskan dendam turun temurun. Orang tua mencintai anaknya, dan tidak mungkin berniat balas dendam. Namun, seringkali korban KDRT akan melakukan hal yang sama pada anaknya. Apakah ada kecenderungan agresivitas pada si pelaku? Atau hal ini merupakan hasil belajar? Lalu, apakah anak korban broken-home akan menjadikan anaknya sebagai korban juga?


Berbeda dari pertanyaan sebelumnya, aku menemukan solusi kali ini. Aku tidak perlu menikah. Pada saat aku masih kecil, aku bertekad untuk tidak menikah. Jika aku tidak menikah dan memiliki keluarga, aku tidak akan bermasalah dengan ‘cara didik’ anak maupun ‘kejelekan-kejelekan’ yang mungkin akan dialami juga oleh anakku. Lantas aku bertanya, “Apakah aku benar-benar tidak akan menikah?” tidak. Kurasa aku akan menikah. Lantas, dengan siapa nantinya? Dan semuanya kembali pada kata-kata “Nanti aku bisa gila.”


Beralih sejenak dari keluarga, aku mulai berpikir soal status sosial ekonomi. Orang tua yang ‘berada’ akan menjadikan anaknya orang yang ‘berada’ juga. Orang ‘susah’ akan memiliki anak ‘susah’ juga. Namun, ada beberapa pengecualian. Orang ‘susah’ kadang bisa menjadi ‘berada’. Seperti halnya Alm. Soeharto yang konon adalah anak seorang petani lantas berubah menjadi presiden Indonesia yang ‘paling kaya’. Namun, adakah orang ‘berada’ yang menjadi orang ‘susah’ ? ya, kurasa ada. Lantas, dalam kehidupanku, akan seperti apakah aku?


Lalu, soal mati. Apakah aku akan mati sekarang atau nanti? Dalam kondisi apa? Sedang apa? lalu, berapa banyak orang yang akan melayat? Pertanyaan semacam itu selalu menyenangkan untuk dipertanyakan walaupun kesemuanya akan selalu berhenti pada ucapan “Nanti aku bisa gila”. lalu, tiba-tiba aku berpikir “Apakah nanti aku akan gila atau tidak?”

separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories

Entri Populer