Aku sudah sering berpikir soal kehidupan. Soal takdir. Soal takhayul.
Bahkan, aku pernah berpikir tentang pikiranku sendiri. Kau tahu, semuanya selalu
berakhir dengan “Ah, nanti aku bisa gila”
Selalu saja begitu. seperti halnya ketika masih kecil, saat
masih duduk di bangku SD, aku selalu bertanya-tanya “apa aku keturunan nabi?”
sebab, guru agamaku sering sekali menceritakan kisah nabi yang begitu
menginspirasi. Maka, aku ingin menjadi bagian dari mereka dan menjadi inspirasi
buat orang lain. Gilanya, aku sempat berpikir jika aku ‘mungkin’ adalah nabi.
Lalu, aku ingat bahwa Muhammad SAW adalah nabi terakhir. Tentu
saja, aku akan menjadi nabi palsu. Lantas aku mulai berpikir, “siapa tahu aku
keturunan beliau”. Guru agamaku bilang, keluarga nabi adalah golongan yang
dimuliakan oleh Allah. Maka, aku ingin menjadi keluarga nabi. Barangkali aku
memang keluarga nabi. Aku mulai mengingat-ngingat orang tuaku, mengenali siapa
kakek-nenekku, lalu mulai bertanya siapa kakek buyutku. Ketika sampai pada
tahap kakek buyut, aku berniat untuk mencari tahu lebih lanjut tentang orang
tua kakek-nenek buyutku. Lalu? Langkahku terhenti. Setelah kakek buyut, siapa
lagi yang bisa kutanyai ? apa aku harus bertanya pada orang mati? Dan aku
selalu berkata pada diriku sendiri “Nanti aku bisa gila” dan aku hanya bisa memandangi
foto kakek buyutku yang berwarna hitam putih.
Kini, gilanya, aku mulai tertarik memikirkan kehidupanku
lagi. Semoga aku tidak gila. Aku bertanya-tanya, “Kenapa aku dilahirkan di keluargaku?
Apa tidak mungkin aku tertukar?” pertanyaan ini pernah kutanyakan pada saat aku
menyadari “Aku berbeda dari sepupuku, bahkan ibuku”. Entah hal positif maupun
negatif, kami memiliki banyak perbedaan. Juga soal kulitku yang kecoklatan. Ibuku
dengan bercanda selalu berkata “Kamu ketuker di rumah sakit kayaknya.” Aku benci
ucapan seperti itu. Walaupun itu bercanda, aku tetap benci pada hal itu.
Kini saat aku mulai kuliah dan belajar psikologi, aku
kembali memikirkan tentang kehidupan. Soal nature
dan nurture. Sejauh mana gen(nature) maupun nurture(lingkungan) mempengaruhi perkembangan hidup manusia. Aku kembali
berpikir. Apakah nature dan nurture mempengaruhi kehidupan dan
takdir juga?
Soal pengalaman di keluarga. Apakah korban KDRT akan
melakukan hal yang sama pada anaknya? Ini bukan soal balas dendam. Orang tua
bukanlah senior di sekolah yang melakukan ospek untuk membalaskan dendam turun
temurun. Orang tua mencintai anaknya, dan tidak mungkin berniat balas dendam. Namun,
seringkali korban KDRT akan melakukan hal yang sama pada anaknya. Apakah ada
kecenderungan agresivitas pada si pelaku? Atau hal ini merupakan hasil belajar?
Lalu, apakah anak korban broken-home
akan menjadikan anaknya sebagai korban juga?
Berbeda dari pertanyaan sebelumnya, aku menemukan solusi
kali ini. Aku tidak perlu menikah. Pada saat aku masih kecil, aku bertekad
untuk tidak menikah. Jika aku tidak menikah dan memiliki keluarga, aku tidak
akan bermasalah dengan ‘cara didik’ anak maupun ‘kejelekan-kejelekan’ yang
mungkin akan dialami juga oleh anakku. Lantas aku bertanya, “Apakah aku benar-benar
tidak akan menikah?” tidak. Kurasa aku akan menikah. Lantas, dengan siapa
nantinya? Dan semuanya kembali pada kata-kata “Nanti aku bisa gila.”
Beralih sejenak dari keluarga, aku mulai berpikir soal status
sosial ekonomi. Orang tua yang ‘berada’ akan menjadikan anaknya orang yang ‘berada’
juga. Orang ‘susah’ akan memiliki anak ‘susah’ juga. Namun, ada beberapa
pengecualian. Orang ‘susah’ kadang bisa menjadi ‘berada’. Seperti halnya Alm.
Soeharto yang konon adalah anak seorang petani lantas berubah menjadi presiden Indonesia
yang ‘paling kaya’. Namun, adakah orang ‘berada’ yang menjadi orang ‘susah’ ?
ya, kurasa ada. Lantas, dalam kehidupanku, akan seperti apakah aku?
Lalu, soal mati. Apakah aku akan mati sekarang atau nanti? Dalam
kondisi apa? Sedang apa? lalu, berapa banyak orang yang akan melayat? Pertanyaan
semacam itu selalu menyenangkan untuk dipertanyakan walaupun kesemuanya akan
selalu berhenti pada ucapan “Nanti aku bisa gila”. lalu, tiba-tiba aku berpikir
“Apakah nanti aku akan gila atau tidak?”
0 komen:
Posting Komentar