yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Jumat, 04 Februari 2011

Dia bukan Adikku !

Mati kau !
Hari ini adalah ramadhan keduaku bersama seseorang. Dia yang jelas-jelas ingin kulemparkan dari dunia. dan kau tahu, berat memang, tapi harus ku akui, "Aku pantas dikutuk !"




Dear diary...
01 Januari 1995
Ini adalah tahun keduaku bersama anak kecil dari panti asuhan itu. Entah benar entah salah,aku semakin merasa hidupku akan lebih baik saat ia mati. Ketimbang harus menjadi peledak dalam otakku,kau tahu ’kan diary??? Bunda selalu mengelus kepalanya dan berkata “Sayang...” aku muak. Dan yang selalu terpikirkan olehku saat bersamanya adalah,mati kau!

Waktu berjalan lambat 2 tahun terakhir. Anak kecil yang terpaksa kupanggil Adik itu sekarang genap berusia 7 tahun. Anak kecil manja itu telah merebut Bunda dan Ayah dariku,ayolah...dia hanya anak angkat. Dan aku adalah satu-satunya yang pantas mereka perlakukan seperti itu. Sebagai kado ulang tahunnya ini, mobil-mobilan besar seharga hampir 1 juta di berikan dengan suka rela oleh mereka berdua,orang-orang yang jadi menyebalkan belakangan ini,Ayah dan Bunda. Sementara aku di diamkan saja,padahal aku ’kan juga...sebentar lagi,Ayah,Bunda,apa kalian berdua lupa?



02 Januari 95

Seharian waktuku ku habiskan dengan duduk,mendengarkan musik dengan headset dan fokus dengan duniaku sendiri. Kecuali,sesekali melirik ke arah taman untuk mengamati anak kecil itu. Yah,Bunda memintaku untuk menjaganya. Dan harus kau tahu diary,aku tidak pernah sekalipun tidak meledak saat melihatnya tertawa berbucah-buncah,apalagi dengan mobil berharga hampir satu juta itu di tangannya. 



Saat itu,aku tengah terbuai hentakan keras ’melodi’. Sebelum seseorang secara tiba-tiba menyentuh pundakku lalu (samar-samar terdengar) memanggil namaku
“Rista...”
 Segera ku singkirkan headset itu dari telingaku,lalu diam sejenak untuk mengembalikan kesadaranku.
 “Kenapa kamu diam saja disitu? Bukannya bantu Adikmu. Ayo sana!” Jemari Bunda berusaha mengangkat tubuhku. Namun,segera kutahan. Aku menoleh ke arah Bunda,kemudian menjawab dengan malas. 
“Bantu apa?ikut mbonceng?”
“Bunda merasa kamu sedang marah” 
“Ayolah Bunda,jangan bahas masalah itu lagi.” 
“Sayang,dia adikmu”
 “Aku tahu!” jawabku dengan ketus
. “Kalau begitu jaga dia” aku membuang muka.



Kemudian kurasakan elusan di kepalaku sekali. Lembut sekali,aku merasakan belaiannya. Mungkin ini adalah sentuhan terakhir yang akan ku rasakan. karena aku akan semakin terlupakan.

 Beliau yang usianya mencapai kepala 4 itu sedang mengandung 7 bulan.Selama hampir 13 tahun, Bunda tidak bisa hamil setelah kelahiranku. Dan selama 13 tahun pula aku menjadi anak tunggal. Tapi kemudian Bunda menyatakan,jika beliau ingin sekali punya seorang anak. Dan akhirnya anak kecil ’peledak kemarahan’ itulah yang di angkat sebagai adik keduaku. Dia dari panti asuhan miskin.


Ajaibnya,tahun ini beliau hamil. Bayangkan saja,usiaku kini 16,telah menjadi siswa SMA dan Ibuku hamil??? Lalu apa yang akan ku katakan pada semua teman-temanku?membayangkannya saja sudah membuat pipiku memerah.

Dan kau tahu apa yang terparah ? kurasa aku akan semakin terlupakan.



Bunda membuyarkan lamunanku.
“Rista,Adikmu itu ingin sekali kamu temani”kata Bunda saat melepaskan tangannya dari kepalaku,beliau baru membelaiku 3 kali,aku ingin berlama-lama merasakannya,Bunda. Namun tentu saja,aku tidak boleh manja. Aku seorang gadis 16 tahun yang harus tahu caranya menempatkan diri. Mana bisa aku terus diam di pundak Bunda dan bermanja-manja,masaku telah lewat.

“Ayolah Nak. Dia perlu teman” perlahan,aku berjalan ke arahnya. Ia tertawa kuda saat mobil-mobilan mainannya itu menabrak pot bunga antik berukuran besar milik Bunda. Saat itu aku diam. Kini dengan berani ia melajukan mobil-mobilanannya ke arah pot bunga itu lagi,kemudian menabraknya dengan keras. Tawanya membumbung memenuhi peledak di otakku. Aku bangkit segera,hasratku untuk menjewernya tak tertahan lagi. Sudah dua kali ia menabrak pot bunga,yang terahir itu terlalu keras sampai pecah. Apa dia pikir pot bunga antik yang ku beli dari Jepara itu harus lenyap seketika saat ia bermain-main dengan dunianya sendiri,gila!

“Kakak,jangan nakal sama Adik” teriak Bunda saat aku meletakkan tangan kananku di atas cuping telinganya,berniat menjewer. Bunda dengan tergopoh-gopoh berlari kearahku. Walaupun aku yakin,akan sangat sulit berlari seperti itu saat keadaan perutnya membuncit. Bunda menyingkirkan tanganku dari cuping telinganya.

“Tapi Bunda,jangan terus memanjakan dia. Dia dengan sengaja menabrak pot bunga itu.”namun Bunda hanya melirik kearahku,sedangkan tangannya yang mulai bengkak terus-terusan mengelus kepala Dani,nama makhluk kecil dari neraka itu.

“Bunda tahu ’kan,untuk pertama kalinya aku bisa membeli barang mahal dengan uang tabunganku sendiri,dan itu ku hadiahkan untuk Bunda. Bukan sebagai mainannya” kataku saat Bunda mulai mengangkat tubuh Dani yang syukurnya terkena pecahan pot bunga itu masuk. “Bunda,dia harus di hukum!” aku memperbesar volume suaraku. Aku ingin Bunda bicara padaku,bukannya cuek seperti ini. “Bunda akan ganti nanti,bisakah kamu diam?”respon Bunda pada akhirnya.

Apa Bunda tidak tahu,bukan itu yang kuinginkan!
separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories