yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Jumat, 03 Desember 2010

Telur Cinta Ditya


Kehidupan seperti halnya gudang telur. Saat cinta,benci,simpatik dan semua perasaan lain membaur. Saat manusia menemukannya,ia akan menemukan bulatan bercangkang yang nampak sama satu sama lain.

Dan saat manusia berusaha menemukan cinta, kadang ia perlu waktu berminggu-minggu untuk menunggunya menetas. Hanya untuk memastikan jika itu adalah telur yang di carinya. Itu adalah cinta,bukan hanya perasaan kagum,simpatik atau terpesona.

***

“Ditya belum pernah kesini?”tanyaku pada Kak Citra. Tapi ia hanya meresponnya dengan diam. “Kakak menyerah” “Kok Kak Citra ngomongnya gitu sich?kayak gak yakin banget” “Gimana Kakak bisa yakin. Kamu tahu persis ’kan alasannya?” “Jadi hanya karena itu?”

Kak Citra menoleh dengan wajah musam. “Mungkin Kakak perlu waktu sendiri”

***

Seekor burung pipit tengah bertengger di jendela kacaku yang terbuka. Aku mengamatinya dengan seksama. Sementara ia terus-terusan bergaya ala model untuk terus membuatku terkesima. Atau mungkin ia tergoda dengan beras-beras yang ku punya. Kami udah punya kontrak bisnis selama 3 hari ini. Burung itu menari dan aku memberinya ini. Aku melemparkan beberapa butir beras kerahnya dan seperti biasa pula,ia melahapnya hingga tak tersisa lalu pergi dan menari lagi.

“Kamu penyayang binatang ya?” seseorang tengah berdiri di ambang pintu. Ia laki-laki dan aku berci menyebutnya,Ditya. “Ada apa Kak Ditya,mau cari Kak Citra ya? Perlu aku panggilin?” ia malah memasuki kamarku dengan senyum kecil. “Kamu lupa ya. Kita udah putus hubungan”

“Ya terus mau ngapain?masak ngapelin aku?” aku bergurau,tapi Kak Ditya sama sekali tidak tertawa. “Itu benar”jawabnya tanpa malu-malu. Tapi akulah yang sekarang ragu,antara menendangnya keluar atau mendepaknya sampai mati.

“Aku punya bunga” bujuk Kak Ditya saat aku menyeretnya keluar. “Aku gak suka bunga Kak. Lagian,aku juga punya taman bunga kok.” aku berjalan menjauhinya. Sementara ia terus tersenyum lebar.

“Oh ya Kak. Akhir-akhir ini aku lagi sibuk belajar. Ya,Kak Ditya tahu ’kan apa yang aku maksud?” tapi ia malah diam dan diam lagi. Aku mengambil beberapa buku tebal dari atas rak buku coklatku. Melirik sesekali ke arahnya,sebelum kembali pura-pura membaca. Sebagai mantan pacar Kak Citra,ia yang paling tidak punya muka.

“Aku rasa perlu waktu berjam-jam untuk membaca buku-buku ini. Dan pastinya aku butuh ketenangan. Butuh sendirian.” aku bergumam,sambil sesekali melirik ke arahnya. Aku gak ngerti dia itu patung batu,mayat hidup,muka tebal atau apa. Sudah tiga kali ia mengunjungiku,mengangguku dengan kehadirannya disini. Juga membuat Kak Citra makin sakit hati.

“Kalau Mama atau Papa tahu Kak Ditya disini. Mungkin aku akan di bunuh” “Kenapa?kita ’kan gak ngelakuin apa pun”responnya cuek-cuek bebek. Aku hampir meledak.

“Okay. Jadi apa maumu Ditya?”kulihat ada senyuman yang di tunggingkannya. Senyuman yang sama saat ia masih menjadi teman dekatku. “Kita masih sahabat ‘kan?” ia bangkit dari tempat duduknya,mendekatiku dengan mata berbinar-binar. “Apa maumu?”

“Pertama. Jangan panggil aku Kak Ditya lagi.”aku diam. “Dua. Jangan paksa aku balik sama Citra” aku mendengus tak peduli. “Dan yang terakhir,maaf” ia meletakan bunga anyelir putih itu di atas ranjangku.

“Kenapa anyelir?kamu ‘kan tahu kalau aku ini gak suka bunga. Apa amnesia akutmu kambuh ya?” ia justru cengar-cengir. “Aku liat buku diarymu. Kamu bilang,pacar pertamamu memberimu bunga untuk minta maaf. Yah...aku ingin menjadi laki-laki seberuntung itu.” aku merasakan wajahku memanas. “Maaf soal itu” katanya sepersekian detik sebelum ia pergi. Dan kini,ia membuatku marah lagi.

***

“Maaf Kak Citra. Ditya emang gitu orangnya. Kakak tahu ’kan,kita sahabantan udah lama. Aku jamin,dalam waktu kurang dari sebulan dia akan melunak” “Jangan jual mimpi Nin. Kakak gak musuhan sama dia aja udah untung. Lebih bagus lagi kalian masih akur. Kakak terima kok semua ini,emang kakak yang salah.”

“Tapi Ditya pasti masih sayang sama Kakak” “Sok tahu!”Kak Citra melemparkan tisu bekasnya ke arahku. Untungnya aku berhasil menghindar. “Jorok!”teriakku sambil melemparkan komik ke arahnya. Kami tertawa bersama. Menyenagkannya punya saudara.

”Kembali ke pokok pembicaraan. Aku udah temenan sama Ditya” aku diam beberapa saat,menghitung. “TK satu tahun. SD 2 tahun. SMP 3 tahun. SMA 3 tahun juga. Ya,banyak ‘kan Kak?manamungkin aku salah. Aku ini tempat curhatnya sejak SMP” “Ya baiklah,pernyataanmu cukup kuat. Sayang itu gak bisa memprovokasi.” maklum,Kak Citra itu anak hukum.

“Kita pertimbangkan keuntungannya. Kalau Kakak balikan sama Ditya. Kakak gak perlu lagi repot-repot cari tebengan kesana kemari kalau mau berangkat kuliah. Sama Ditya,Kakak juga bisa belanja sampai pegal-pegal seharian penuh,plus di bayarin. Atau makan di restoran mewah tiap minggu,minimalnya di traktir es krim tiap jam. Gimana? Dia ’kan punya Diocade company” “Jangan samain Kakak sama cewek-cewek matre. Kakak gak seperti itu” kali ini ia berteriak.

“Kalau gitu liat dari sisi tampang. Banyak cewek yang akan iri kalau Kakak jalan bareng sama dia. Iya ’kan?” “Kenapa gak kamu aja yang jadian sama dia?” “Aku???!”

***

Siang ini begitu terang. Aku bisa melihat warna langit biru tanpa awan putih secuil pun. Aku merasa tengah berada dalam bola biru besar,dan aku tdak punya tempat untuk menghindari kekagumanku pada bola besar itu.

Pohon kelapa yang berada tepat di depan mataku malah sibuk menari waltz bersama dahan pohon lainnya. Beberapa burung hitam sliweran kesana kemari. Salah satunya sibuk naik turun pohon dengan sampah di mulutnya. Awalnya ia membawa pohon jerami kering,lalu daun robek kering dan akhirnya cacing. Mungkin ia tengah merenovasi sarangnya,ehm ya...mungkin begitu.

Tapi suara bising sepeda-sepeda motor itu melenyapkan semuanya. Tiba-tiba sebuah buket bunga terlihat. Isinya edelweis. Saat ku lihat siapa yang memegang buket itu,ia tersenyum. “Bukannya kamu tahu jelas kalau aku gak suka bunga” “Edelweis bukan bunga biasa Nindya. Dia abadi” aku merebut edelweis itu dari tangannya. Mengambil setangkai lalu meremasnya. Beberapa buah bunga berguguran ke lantai.

“Liat ‘kan,gak ada yang abadi?” aku mengembalikan tangkai edelweis yang gundul ke tangannya. Memegang tangkai bunga dalam buket yang masih tersisa beberapa detik,memberinya senyuman dan berlari masuk. “Kak Citra pasti akan suka” teriakku saat menaiki anak-anak tangga. Kemudian memberikan bunga yang tersisa padanya.

Saat aku kembali ke kamarku,Ditya langsung terlihat,duduk di atas sofa.“Kenapa sich kamu gak ngerti juga. Dari dulu aku sukanya sama kamu. Bukan sama dia. Aku berkorban banyak untuk hubungan palsuku. Tapi apa yang Kakakmu tersayang itu lakuin gak bisa di maafin. Dari awal kita emang gak nyambung Nindya. Kamu tahu persis ’kan gimana aku. Juga Kakakmu. Kamu pasti ngerti yang aku maksud”

“Maksudnya...Kakakku cantik dan kamu jelek?”responku sinis. “Kita lagi ngomong serius Nin” “Aku juga lagi serius. Aku serius gak pengen ngobrolin masalah ini lagi” “Apa hanya karena masalahku sama Citra,hubungan kita jadi”ia terlihat kebingungan. Rada salting dan berkeringat “Aku sayang sama kamu. Gak seharusnya hubungan kita jadi seburuk ini.”

“Lalu apa,apa kamu mau kita pacaran? Ayolah Ditya,kita gak bisa melakukan hal konyol itu. Aku masih punya muka,aku gak mau kalau Mama Papa mengira aku yang bukan-bukan. Nanti kalau mereka ngiranya aku merebutmu dari Kak Citra gimana? Aku gak mau terbawa ke arus masalah yang kamu buat” “Tidak ada masalah soal hubungan kita.” “Kamu lagi mimpi Ditya,Kak Citra dan aku Kakak beradik,kalau kita menjalin hubungan seperti pacaran. Pikirkan apa yang akan orang-orang katakan?.”

“Apa kamu gak bisa cuek dengan hal-hal semacam itu?” “Maaf aku harus mengatakannya Ditya,tapi aku hanya menyukaimu sebagai teman,akau malah ingin kamu menjadi Kakakku. Kamu ngerti yang aku maksud ’kan?”

“Kita ’kan bisa mencoba” “Tidak pernah akan berlangsung seperti yang kamu harapkan,Ditya. Kamu sendiri pernah merasakannya dengan Kak Citra.” “Kasusnya berbeda Nindya” “Berbeda apanya. Dulu Kak Citra mengejarmu,dia benar-benar menyukaimu. Yah,aku bisa membayangkan wajahnya setiap kamu datang mengunjungiku. Aku geli melihat Kak Citra yang dulunya agresif jadi begitu pemalu. Aku pikir kamulah cinta sejatinya. Halah, ternyata berakhir seperti ini”

“Dia yang memulainya. Dia udah gak setia.” “Itu karena kamu gak perhatian sama dia” ia diam beberapa saat. Kakakku yang dulu cerita. Waktu kamu memberinya kado ulang tahun dulu,kamu memberinya sepatu hak tinggi. Padahal dia itu ’kan gak di izinkan mengenakannya. Ada masalah di bagian tumitnya,karena kecelakaan. Masak kamu gak tahu?” “Dia gak pernah cerita seperti itu. Kupikir dia perlu mecoba high heels sekali-kali,biar kelihatan feminin” “Itu baru point satu”

“Terus satu lagi,apa pernah kamu mengatakan cinta padanya? ”ia tetap diam “Sudahlah,intinya hubungan yang gak didasari cinta itu berlangsung membosankan dan berakhir gak menyenangkan” “Jadi kamu gak menyukaiku?”“Kita lebih cocok jadi teman” “Aku ingin hubungan yang lebih dari itu. Kalau Citra yang jadi masalahnya,aku akan biara dengannya sekarang juga” “Kamu ini keras kepala ya?” “Kita udah berteman sejak lama. Masak kamu belum mengenalku juga?” “Satu hal lagi Ditya,karena aku sahabatmu. Aku mengenalmu dengan baik,terlalu baik malah. Kita emang gak mungkin menjalin hubungan seperti yang kamu inginkan. Entah benar entah salah,aku merasa kamu mulai menyukai Kak Citra”

“Jangan berusaha membodohiku,manamungkin aku gak mengerti dengan apa yang kurasakan. Ini hatiku,manamungkin aku gak tahu.” aku bangkit dari tempat dudukku,menarik tangannya. “Kita akan mencobanya” ia melihatku dengan tatapan yang aneh. Aku menarik tubuhnya kedalam pelukanku,mendekapnya dengan kuat. “Apa kamu merasakan sesuatu yang aneh?” ia diam saja. Kini aku meletakkan kepalaku di atas dadanya,berusaha menghitung detak jantungnya yang kedengaran masih stabil. “Kamu ini apa-apaan?” Aku segera melepaskan tubuhnya dari dekapanku. Mengamati wajahnya yang terlihat cukup shock.

“Jangan melakukan hal itu lagi ya,biar bagaimanapun aku ini laki-laki” aku tertawa lebar. Ia menatapku dengan kesal. “Aku semakin yakin kalau kita ini sahabat,kita gak cocok pacaran. Aku tadi menghitung degub jantungmu,rasanya normal.”

Ia mendengus. “Bodoh!” aku semakin geli. “Sudahlah,kita ini emang gak cocok pacaran. Kamu cari wanita lain aja,Kakakku malah lebih baik. Dia udah berubah. Kalau kamu membuka hatimu sedikit saja,membiarkan dia masuk sebentar. Kamu pasti akan merasakannya” “Merasakan apa?” katanya sambil membenarkan pakaiannya yang kusut karena uji cobaku barusan. “Berdebar-debar saat bertemu dengannya.” “Omong kosong”

***

Ditya tengah bermain-main dengan gitarnya saat aku datang ke tempat pribadinya. Bangku taman rusak yang terletak di halaman rumahnya “Aku mau kita makan malam. Masak kamu gak bisa datang sich?”bujukku saat ia kuundang makan malam di kafe “Aku merasa kamu lagi aneh” jawab Ditya dengan pandangan menyelidik. “Apa ada hubungannya dengan Citra” “Kak Citra? Yang benar saja. Aku hanya senang karena bisa memenangkan lomba panjat tebing Dit,yah...walaupun masih sebagai juara harapan,itu saja. Emangnya gak boleh?” “Jangan coba-coba bohong padaku” katanya “Pokonya aku akan tunggu, jam 7 malam.” kataku seraya pergi. Baiklah,aku mengaku,makan malam ini emang untuk mendekatkan mereka.

Saat itu Kak Citra ku paksa mati-matian untuk mengenakan high heels yang Ditya berikan. “Ini ’kan hanya sekali Kak,please. Aku punya temen cowok Kak,cakep banget,dia paling suka sama yang feminin”tiba-tiba saja raut wajahnya berubah. “Aku gak mau bermain-main dengan laki-laki Nin,Kakak gak mau melakukan kesalahan lagi. Ditya sudah cukup menjadi korban” saat itu aku benar-benar yakin Kak Citra masih menyukainya.

“Kurasa aku harus jujur. Cowok cakep yang ku maksud itu Ditya” mimik wajah Kak Citra yang ogah-ogahan tadi mendadak menjadi bersinar,namun segera berubah lagi saat ia menundukkan kepalanya. “Jangan ungkit-ungkit lagi masalah itu Nin,Kakak udah melakukan kesalahan. Dan itu gak pantas untuk di maafkan” “Sekali ini aja,please. Anggap ini sebagai ucapan selamat karena aku menang lomba”

***

Aku tidak pernah menyangka hasil yang ku dapatkan seperti ini. Mengejutkan! Aku jarang menggunakan kata itu. Tindakan hebatku malam itu benar-benar membuat Ditya menjadi Kakakku,ya...Kakak iparku.

Saat itu Kak Citra terkulai lemah,betisnya yang retak makin di perparah dengan high heel pemberian Ditya yang ia kenakan. Aku merasa bersalah saat itu. Namun tidak juga,tak lama sejak Kak Citra keluar dari rumah sakit,mereka bertunangan. Ditya bilang,ia kagum pada Kakakku,ia berani mengambil risiko dengan mengenakan high heel yang di berikannya,hanya untuk membuat Ditya merasa di hargai. Dan lebih dari itu,akhirnya telurnya menetas,ia sadar kalau perasaan itu adalah cinta.

separador

3 komen:

Nurul Fajriyah Prahastuti mengatakan...

Bagus mega, teruslah berkarya.
udah oke bahasanya, cuma aku bingung itu di ending maksudnya gimna? hehe maklum lagi rada g cling otakku

mega fitriyani mengatakan...

hem, makasih....
"Dan lebih dari itu,akhirnya telurnya menetas,ia sadar kalau perasaan itu adalah cinta." ?
maksudnya, ditya sadar kalau 'apa yang dirasakan'nya terhadap kak Citra itu 'cinta' gitu...kalo udah menyadari perasaannya sendiri, ya berarti udah menetas. hem, lain kali aku coba bikin lebih normal deh..hhee

Nurul Fajriyah Prahastuti mengatakan...

ooo gitu. hehehe akhirnya kebingunganklu terjawab juga. lanjut ga

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories