yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Jumat, 03 Desember 2010

AKU MENCINTAIMU SEPERTI MENCINTAI SURGA


Aku tidak mengerti kenapa hidup begitu sulit. Mungkin semua orang akan menganggap itu klise. Tapi aku benar-benar tidak tahu caranya menghadapi hidup. Atau bagaimana harus bersikap setelah semua ini terjadi.

“Aku mencintaimu Dhita” ucap Ibu sesaat sebelum meninggal tahun lalu. “Aku mencintai Ibu seperti aku mencintai surga” jawabku. Tapi saat itu Ibu telah tidur dengan begitu lelap,terlalu nyenyak. Aku berusaha membangunkannya,menggoncang-goncangkan tubuh Ibu sekuat yang aku mampu. Kurasa Ibu belum mendengar penyataan cintaku. Aku terus menggoncangkan tubuh Ibu. Sebelum akhirnya aku menyerah dan bersimpuh di kaki Ibu yang hangat. Sangat hangat. Bahkan selalu hangat. Sebelum Ibu menjadi kaku dan begitu dingin,seperti bongkahan es.

Orang-orang dengan masker darah dan bagian tubuh yang terbelah terlihat di sekelilingku. Beberapa wajahnya ku kenal,Ayah,Kakak,Adik dan kekasihku bagian dari mereka. “Aku mencintai kalian seperti aku mencintai surga.” Aku mengusap wajah mereka dengan tangan yang berdarah. “Aku mencintai kalian seperti aku mencintai surga” tapi mereka hanya diam.

***

“Dhita,sedang apa kamu disini?” tanya Bu Ana ketika aku duduk sendirian di lab komputer. Aku hanya menggeleng. “Ayo keluar. Kembali ke kelasmu. Sepertinya guru pengganti Bu Nuri yang sakit sudah masuk kelas. Ayo bergegaslah” “Aku masih menunggu seseorang Bu. Dia bilang akan datang sebentar lagi.” “Siapa?” “Kekasihku” Bu Ana bergidig. “Ayo keluar. Lab ini mau dipakai oleh kelas lain.”

Tiba-tiba ia muncul seraya berbisik “Aku datang Dhi” Ia benar-benar menepati janji. Dia bilang dia akan datang kemari,menemaniku dan ia menepatinya. Ia tidak pernah mengingkari janjinya,kecuali beberapa kali. Aku tahu ialah manusia paling sempurna di dunia.

Tapi Bu Ana masih melotot. “Kenapa mereka selalu melarangku? Aku hanya ingin berdua denganmu,apa tidak boleh?” pemuda berambut coklat dengan hidung mancung dan mata yang sipit memberiku kecupan. Lembut, dan begitu nyata. Tapi tidak lama ia hilang,tanpa pemberitahuan atau jejak yang ia tinggalkan. Mungkin ini caranya untuk memberiku kejutan. Aku pun melangkah pergi,sama sepertinya.

Saat aku tiba di ruang kelas,semua orang memandangiku. Kelihatan ada tanda tanya besar dari wajah mereka. Aku terus melangkah dengan acuh. Sebelum seorang gadis akhir remaja dengan seragam coklat tua mendekatiku sambil berkata. “Saya guru pengganti. Kenapa kamu di luar kelas saat pelajaran berlangsung?” tiba-tiba kekasihku itu muncul lagi. Ia memberiku senyuman lebar seraya berbisik. “Jangan pedulikan dia. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu lebih lama”

“Aku harus masuk kelas Andhi. Aku tidak bisa terus-terusan bersamamu. Aku harus masuk kelas sekarang” “Kamu sedang bicara dengan siapa?” tanya guru pengganti itu dengan kening berkernyit. Alis sebelah kanannya di naikkan beberapa centi,seperti menyelidik.

“Aku sedang bicara dengan Andhi,kekasihku.” Kataku sambil merangkul Andhi dengan kuat. Guru itu memberikan tatapan anehnya lagi. Seperti melihat anaconda yang menari hula bersama seorang badut. Seperti heran,cemas dan takut. Aku mungkin terlalu berlebihan mengatakannya. Tapi aku ingin meninju wajahnya yang terus-terusan menyelidikku,seperti polisi saja. Seolah-olah aku ini teroris berbahaya pembawa bom atau sejenisnya yang siap meledakkan kota.

“Ayolah Dhi,kita pergi jalan-jalan. Aku ingin makan ice cream blueberry bersamamu” bujuk Andhi dalam bisikannya yang lembut. Aku memandang guru pengganti itu dengan tajam. “Berapa lama lagi aku harus menunggu untuk di persilahkan duduk?” guru itu terlihat cukup kaget. Ia diam selama 5 detik,lalu memberiku sinyal untuk segera duduk.

“Dhita,disini” kata Bella saat aku melangkah ke belakang. Ia adalah teman sebangkuku,kami selalu bersama sejak kami ditempatkan di kelas yang sama selama 2 tahun,sejak aku masuk SMA. Aku menoleh ke arahnya,sebelum menggeleng dan meneruskan langkahku. Aku memilih bangku paling pojok,kursi itu memang selalu kosong. Dua orang anggota kelas XI IA 2 telah meninggal seminggu lalu,jadi kursi itu selalu kosong. Belum pernah ada yang duduk di atasnya lagi selama seminggu ini. Sebelum kami duduk berduaan di atasnya.

“Kenapa kamu suka sekolah ini Dhi-dhi?” tanya Andhi saat aku mulai nyaman dengan posisi dudukku. Aku menggeleng dengan yakin. “Aku tidak suka sekolah ini. Dulu Mama yang memaksaku terus disini,sekarang,siapa lagi? Aku bahkan ingin kabur ke suatu tempat” Andi meletakkan wajahnya di meja. Terlihat begitu lemas dan malas.

Aku membelai rambutnya yang cepak dan coklat. Ia memandangku,terlihat perhatian maha besar yang di luncurkan dari matanya. “Kamu mau kemana Dhi? Kita akan pergi bersama. Bagaimana?”aku meletakkan wajahku di atas meja tulis. Saling memandang dengannya. Ia memberiku senyuman,dan terlihat begitu menawan. “Aku mau bebas. Aku bosan dengan tekanan dan tuntutan. Sesekali aku ingin berlari di bukit dengan bertelanjang kaki. Atau tidak mandi selama 3 hari. Aku bosan dengan semua aturan,memuakkan!”

“Kalau begitu kita akan pergi ke tempat itu. Bagaimana?” aku mengelus pipi Andhi yang sedikit berjerawat. “Ya,asalkan bersamamu” ia diam sesaat,tampak berpikir. “Kamu yakin mau pergi? Aku takut kalau kita pergi,kita tidak akan pernah bisa kembali ke sini lagi. Bagaimana dengan kehidupanmu disini? Kamu pasti akan merindukan mereka suatu hari” “Semua kebahagiaan yang ku temukan disini telah kutemukan dalam dirimu. Setelah keluargaku pergi, hanya kamu sumber kebahagianku. Aku tidak perlu memaksakan diri berada di sekolah bobrok ini terus menerus. Aku juga tidak perlu berpura-pura sopan lagi,pasti sangat menyenangkan.Benar bukan?”

”Kamu yakin?” ia mengelus pipiku. “Aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi nanti,asalkan kamu selalu ada disisiku. Lagipula,aku yakin kamu akan membawaku kembali ke sini. Benarkan Andhi?”

***

Malam ini aku mencuri kunci mobil Tanteku. Lalu mengemudikannya bersama Andhi. Mobil berwarna biru tua itu pun melaju kencang. “Andhi,kemana kita akan pergi?” “Ke suatu tempat dimana kamu bisa bertelanjang kaki. Tidak mandi selama 3 hari dan bebas dari segala konstitusi.” “Jadi dimana tempat yang akan kita kunjungi?”

Andi diam sesaat,lalu pergi dengan tiba-tiba. Lenyap dalam hitungan ¾ detik. Ia menghilang seperti lampu senter yang di matikan. Aku bahkan tidak pernah bisa mengikuti jejaknya. Aku menambah tekanan yang ku berikan pada pedal gas,lalu mobil ini pun melaju makin kencang.

Tiba-tiba Andhi muncul di depan kaca mobilku. Bergelayutan tanpa aturan di depan sana. Ia memandangku sesaat sebelum kembali merayap di atas kaca mobil milik Tanteku. Ia tampak seperti balita yang polos,sangat menggemaskan. Sebelum “Andhi,kamu menghalangi pandanganku. Ayo kembali ke sampingku. Aku butuh kamu di sini” aku menepuk-nepuk jok mobil di samping kiriku.

Tapi ia malah diam di atas kaca mobil Tanteku. Aku mengetuk-ngetuk kacanya. Sekali,ia diam. Dua kali,ia masih tidak peduli Ketiga kali, “Duer!!” terdengar suara dentuman yang begitu keras. Tidak terelakkan,kepalaku menabrak kaca bening di depanku,pecah menjadi ratusan bagian. Sesaat setelahnya,kurasakan nyeri di wajah dan sekujur tubuhku,dengan luka robek di sana-sini. Membuka tabir kenangan,jika aroma darah itu memilukan.

Kemudian,kurasakan hantaman keras di kepalaku. Sepertinya aku terhujam ke aspal. Menimbulkan,rasa sakit!!! Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi sesudahnya. Aku kehilangan kendali,semua gelap tapi Andhi tidak muncul sama sekali. Ia pasti tengah menelpon polisi. Atau sibuk mencari bantuan kesana-kemari. Aku percaya ia akan melakukannya untukku,karena dia manusia paling sempurna yang pernah Tuhan ciptakan. Lagipula,aku kekasihnya.

***

“Dhita,apa yang terjadi?” aku melihat wajah pucat Tante setelah aku menyadari jika aku masih bernapas. Aku masih kembali ke duniaku. Tante mengusap pipiku dengan lembut. “Dhita,kamu ini kenapa?” aku menggeleng dengan lemah. “Cepat sembuh ya Nak. Tadi malam kamu menabrak pohon. Untung saja seorang supir truck membawamu kesini. Kalau tidak,Tante tidak akan tahu apa yang akan terjadi denganmu nanti. Kamu harus lebih hati-hati lain kali ya” Tante Diana mengecup keningku. Kurasa ini rumah sakit.Pasti Andhi yang melakukannya untukku. Dia memang manusia paling sempurna yang telah Tuhan ciptakan untukku.

Tiba-tiba Andhi kembali terlihat. Tidak ada luka sedikit pun di tubuhnya. Ia masih tampak begitu lembut,hangat dan sempurna. Ia memberiku sebuah tulip merah. Lalu mengecup keningku. “Cepat sembuh ya sayang” untuk pertama kalinya ia memanggilku sayang. Aku mengelus pipinya yang sedikit berjerawat. “Ya,aku pasti akan sembuh sebentar lagi. Asalkan kamu tidak pergi.”

“Kamu bicara dengan siapa?” tanya Tante tiba-tiba. Kami benar-benar terkejut. Tiba-tiba seperti lampu senter yang di padamkan,ia lenyap,lagi. Aku tersenyum dengan lemah. “Kamu bicara dengan siapa tadi Dhita?” “Andhi Tante” beliau bergidig seolah tidak percaya. Lalu mengelus kepalaku perlahan. “Semoga mereka semua tenang di sana” aku mendengus. “Tadi itu benar-benar Andhi Tante!!!”

Entah kenapa mereka semua mengatakan hal yang sama. Jelas-jelas aku tengah bicara dengan Andhi. Dan kenapa mereka semua terlihat tidak percaya dengan kata-kataku? Aku tidak bohong. Apa mereka pikir aku tengah bicara dengan hantu? Atau aku sudah gila? Mereka telah melakukan kesalahan besar.Dia kekasihku,manusia paling sempurna yang pernah di ciptakan. Dan cinta kami abadi,dia akan selalu berada disisiku,mendampingi dan menjagaku. Selalu!

***

“Tante mau pergi. Jaga dirimu baik-baik ya sayang. Tante tidak akan lama,Tante akan kembali kesini dalam waktu satu jam. Ya?” aku mengangguk. Kemudian Tente Diana meninggalkan kami berdua dalam kenyamanan. Aku memegangi tulip merah yang Andhi berikan,memandangi matanya yang teduh dan penuh perhatian.

“Kamu sakit sayang? Maafkan aku,aku tidak bisa menjagamu dengan baik.” Aku mengelus pipinya yang berjerawat. “Kamu tidak salah. Aku hanya belum terlalu mahir menyetir” “Tidak,aku yang salah karena tidak bisa menjagamu” “Baik,kita berdua salah. Jadi aku harus memberimu hukuman” “Apa?” “Bagaimana dengan menikahiku?” “Itu pasti akan kulakukan. Tapi bukan sekarang,nanti saat kamu cocok menjadi” ia mengelus kepalaku. “Seorang istri. Mungkin 6 sampai 7 tahun lagi.”

“Kalau begitu aku juga akan memberimu hukuman” aku meringis. “Apa Ndhi?” “Bagaimana kalau memberiku sebuah hadiah?” aku bangkit dari posisi tidurku lalu mengangguk dengan yakin. “Apa yang kamu inginkan?” “Sebuah sirkus. Bagaimana?” “Aku tidak menyangka kamu masih menyukai sirkus” “Sirkus adalah tempat pertama kita bertemu. Bagaimana aku bisa melupakan tempat itu kalau aku masih menyukaimu?”aku tersenyum kecil.

“Baiklah,sebuah sirkus.” Tapi bagaimana aku bisa membeli sirkus? Kurasa harganya milyaran, itu sangat mahal. Dan aku tidak punya uang sebanyak itu. “Kamu bisa membawa anak-anak dan mengurungnya di suatu tempat. Mereka akan membuat sirkus kita menjadi ramai?” aku melepas selang infus di tangan kiriku. Lari dengan telanjang kaki ke jalanan. Mencari anak-anak jalanan yang bisa memperiah sirkus cintaku untuk Andhi. Aku akan membuat sirkus Andhi dan Dhita, Andhita, dengan tanganku sendiri. Membuat tanda cinta maha agung seperti Taj Mahal.

Seorang gadis kecil terlihat. Aku menyogoknya dengan sebuah permen madu. “Ayo ikut Kakak,di rumah kakak masih banyak permen madu. Ayo”dan ia pun menurut,aku tidak menyangkan akan jadi sedemikian mudah.

Lalu,aku menyekapnya di sebuah gudang pabrik kosong yang terbakar satu bulan lalu. Mengumpulkan beberapa bocah pedagang asongan,pengemis dan pengamen jalanan. Mereka akan memeriahkan sirkus Andhita. Bukti cintaku yang sempurna.

***

“Sekarang semua sudah siap” aku berbisik. “Andhi? Kita akan membuat sirkus Andhita dengan tangan kita sendiri. Ayo sayang,kemarilah” “Kita butuh beberapa ekor ular berbisa” tiba-tiba Andi berbisik.”Untuk apa membawa ular?” “Anak-anak menyukai ular. Mereka akan menyukai sirkus kita”

Aku mengamati matanya yang terus berbinar-binar. Aku tahu ia pasti sangat menyukai sirkus. Aku memegang tangannya. “Aku tidak menyangka kamu menyukai ular sekarang. Padahal dulu kamu melarangku mati-matian jika aku mendekati tubuh ular sedikit saja,walaupun ular itu tidak berbisa. Kamu bilang ular bisa saja melilitku hingga mati jika aku dekat-dekat dengannya” “Sekarang aku menyukai apa yang kamu suka” “Kamu banyak berubah ya” aku mengelus wajahnya yang berjerawat.

***

Aku mendekati anak-anak itu,mengamati mereka satu per satu. Mereka semua berontak dengan pandangan memelas. Salah seorang di antara mereka malah tampil beringas,seperti ingin melemparkan sesuatu ke wajahku. Aku memandang mata anak penjual koran keliling itu. Ia memandangku tanpa ketakutan secuil pun.

“Tolong lepaskan kami” rengek salah satu di antara mereka. “Andhi bilang aku harus menjaga kalian. Sebentar lagi aku akan membawakan ular-ular berbisa untuk kalian,aku yakin kalian akan menyukainya. Aku minta kalian bersabar ya” tiba-tiba ku rasakan sesuatu yang basah di pipiku,seperti lendir dan berbau. Penjual koran keliling itu meludahiku. Saat aku menatap ke dalam matanya yang melotot, tapi ia tidak gentar sedikit pun. “Ayo minta maaf!!!” teriakku sambil mencengkaram kuat pundaknya. Tapi ia terus diam. “Harusnya kamu minta maaf. Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun?” teriakkuku sebelum pergi.

***

Seharian aku bertempur dengan sampah,lumpur dan beberapa gigitan. Kobra dan beberapa ular air dan pohon itu benar-benar liar. Mereka pasti akan membuat anak-anak senang dan sirkus Andhita akan sangat meriah karena decakan kagum mereka. Tanda cinta abadi kami akan terbentuk sebentar lagi.

Aku mengeluarkan seekor ular pohon kecil berwarna hijau dari dalam kain putih kotor yang ku bawa. Ia ku temukan di sawah,hanya beberapa meter dari gudang pabrik gula ini.

Aku memegang kepalanya,melepaskan buntutnya yang telah memilin tangan kananku. Ia seperti berniat meretakkan lalu melumatku dalam mulutnya. “Ini hadiah dari seberang” aku melemparkan ular hijau itu ke arah penjual koran keliling sombong itu. “Kalau ada suara sedikit saja,aku akan menghadiahkan ular lain padanya”

Ular itu menjalar perlahan ke tubuhnya,kulihat yang lain cuma bisa memandangnya dengan mata yang setengah tertutup. Yang lainnya mati-matian menjaga mulut mereka untuk tidak berteriak. Ular hijau itu mulai menjamah betisnya yang tergores,luka saat ia ku bawa ke sini dengan paksa.

Aku memalingkan wajah,lalu memandangi jendela. Tiba-tiba ia mengecup pipiku. “Terima kasih Dhita. Sirkus Andhita kita sangat menakjubkan” aku mengagguk. “Berapa anak yang kamu rekrut sebagai bagian sirkus kita sayang?” “Lima” jawabku sambil melongok mereka yang masih diam dalam ketakutan. Seolah-olah aku akan mencocol mata mereka dan melahapnya mentah-mentah.

“Kurasa ada yang hilang” kata Andhi lagi. “Benarkah?” aku bergegas,ku amati anak-anak itu satu per satu. “Dia hilang!!!” jeritku sebelum pergi dan meninggalkan gudang. Aku berlari sekuatnya,mencari bocah kecil yang akan menjadi sumber kebahagiaan Andhi,konstruksi bangunan cinta untuk keabadian cinta kami.

Aku berlari mengejarnya,tapi tidak terlihat seorang pun dengan badan kecil,pendek dan kulit sawo hangus dimana pun. Rambut keriting dan hitamnya tidak juga ku temukan. “Dimana dia?” Andhi berlari makin cepat,menyeberangi jalanan ramai tanpa peduli sekelilingnya. Walau pun ada truck kontainer di belakang langkahnya,atau bus besar di samping kanannya. Ia seolah tidak peduli dengan itu semua. Tapi aku peduli,aku tidak mau ia pergi lagi.

Aku menyeberangi jalanan itu mengikutinya. Tapi ia lenyap,aku tidak menemukan siapa pun disana. Tidak juga bangunan besar,bocah yang kabur atau ular. Yang kulihat di samping kananku hanyalah sebuah lapangan luas dengan banyak nisan di atas gundukan-gundukan tanah itu.

Aku berlari mendekati makam itu. Mungkin Andhi tengah bersembunyi disana,bermain petak-umpet denganku lagi. Ada banyak pohon setinggi 3 meter dengan bunga kamboja hampir di sepanjang batangnya. Aku menarik napas panjang dan mulai berteriak. “Andhi…Andhi…jangan sembunyi terus”

Dooor…!!! Aku menemukan betisku di lumuri cat merah,berbau amis dan sangat menyakitkan. Bau darah yang memilukan. Sebuah lubang terlihat di betisku,luka tembak. Beberapa orang polisi dengan senjata lengkap mendekatiku. Mereka lantas menarik tanganku dengan kasar, sementara aku berontak. Tapi mereka tidak juga melapaskanku “Aku bukan orang jahat, kenapa aku di tangkap? Andhi…Andhi…tolong aku!!!” aku berteriak-teriak. Tapi yang kulihat hanya nisan-nisan. Salah satunya bertuliskan Andhi Arthaputra. Kekasihku,cinta abadiku.

Anak kecil berambut keriting,kulit sawo hangus,pendek dan berbadan kecil itu tersenyum gembira. “Dia gila Pak Polisi” katanya sambil menunjuk-nunjukku yang tengah di seret polisi-polisi ini. “Lepaskan!!!! Aku tidak gila” aku terus berontak dan berteriak. Tapi kemudian aku melihat Andhi tersenyum kecil,melambaikan tangannya perlahan. “Andhi...tolong aku!” tapi ia tetap diam sementara aku di seret dengan paksa oleh polisi-polisi itu.

Aku menangis dalam hening.

Ternyata aku salah tentang impianku. Aku pikir cinta sejati itu ada. Aku pikir jika aku membuatkan sirkus Andhita yang sangat kita impikan dari dulu kamu akan kembali. Aku pikir saat kamu memanggiku sayang,bukan lagi Dhi-Dhi,kamu membuktikan kalau cinta kita memang abadi. Dan kita bisa menikah seperti yang dulu kamu janjikan. Kita bisa menghabiskan waktu bersama selamanya.

Walaupun orang-orang mengatakan kamu,Ayah,Bunda,Adik dan Kakakku sudah meninggal di kecelakaan kereta tahun lalu,aku selalu yakin kalau kamu tidak akan pernah pergi meninggalkanku. Kita sepasang kekasih. Aku mencintaimu seperti aku mencintai surga. Kamu tahu itu bukan?

Saat aku berkhayal tentang dirimu,aku tahu kalau kamu akan selalu ada di sampingku,menemani dan menjagaku. Seperti saat kamu menjadi kekasihku,seperti saat kamu bilang akan menikah denganku,6 sampai 7 tahun lagi,saat aku menyelesaikan kuliahku. Nyatanya aku hanya menjadi orang yang gila. Mereka semua menganggap cintaku sebuah kegilaan,tapi aku mencintaimu seperti aku mencintai surga Andhi. Aku mencintaimu seperti aku mencintai surga. Dan akan selamanya begitu,meskipun semua nyawa mencercaku dengan kata-kata ’dia orang gila!’. Aku mencintaimu selamyanya...Andhi.

separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories

Entri Populer