yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Rabu, 08 Desember 2010

Ibu, Surga yang Lahir ke Dunia


Jarum jam masih membeku di angka 3. Ini dini hari, dan seorang wanita tua masih duduk memandangi pintu seolah ada pencuri yang akan membobol rumahnya jika ia terlelap barang sekejap. “Kapan kamu pulang nak?” dialah wanita itu, wanita perkasa yang muncul dalam semua peradaban. Hebat ! Mereka itulah hadiah dari Tuhan untuk alam semensta. Dengan tangan lembut yang penuh kasih dan cinta itu mereka tercipta. Wanita-wanita itu, karunia terindah yang sering terlupakan karena keadaan.

Wanita tua itu, terus saja mengamati daun pintu. Tetapi tak pernah ada yang berubah dari sana. Suasana masih hening dan tanpa pergerakan. Sang putra tak juga kembali ke pangkuannya. Dan wanita tua itu menangis dalam diam. Ingatanya berpendar ke masa lalu, ketika daun pintu megah yang ia amati sejak tadi masih dari bambu.

Dia masih memandikan putra kecilnya yang berumur 2 tahun ketika secara tiba-tiba pintu bambunya di gedor orang. Wanita itu tidak panik, baginya kejadian ini adalah hal yang biasa, karena telah berlangsung rutin lebih dari dua tahun. Wanita itu membelitkan handuk pada tubuh putranya, kemudian menggendongnya menuju pintu bambunya. Seorang lelaki dengan napas berbau nikotin dan alkohol telah berdiri di ambang pintu dengan keadaan teler dan berantakan.

Budeg ya?” teriak pria itu sesaat sebelum memasuki rumah reot itu. Wanita berwajah tirus dan bergaris wajah lembut itu menghela napasnya. Mengisyaratkan jika ia tengah menahan amarah yang berkecamuk dalam dadanya. “Kalau kamu besar, kamu harus sayang sama Ibu ya Hadi. Gak boleh itu seperti Bapakmubisik wanita itu seraya mencium kening putranya yang masih bau sabun.

***

Hari-hari berlalu dengan cepat, berjalan terus tanpa menemukan lampu merah. Dan bahkan sekalipun harus memukul jam agar membuatnya berhenti, raksasa waktu tidak juga mampu dimatikan. Ia tetap bertengger dengan kekuasaannya yang tak tergoyahkan.

Dini hari, tepat jam dua pagi. Di saat semua orang terhipnotis oleh mimpi-mimpinya, suara tangisan terdengar kencang, memecah kesenyapan malam. Wanita dengan mata yang memerah dan tampak kelelahan segera meraih tubuh putranya, lalu memberikannya ASI. Sementara pria berambut ikal yang tengah terlelap itu tak juga terjaga dari mimpinya. Ia mengusap kepala putranya dengan penuh kasih. Seolah tak ada hal lain yang lebih di kasihinya selain makhluk kecil itu. “Kamu bukan malaikat nak, tapi kamu surga yang lahir ke duniakata wanita itu dengan suara serak dan sesenggukan. Matanya telah basah oleh air mata, sementara tubuhnya gemetaran. “Ibu janji, mulai hari ini kehidupan kita akan berubah

***

Wanita itu telah berdiri dengan yakin, tanpa gentar sedikitpun. Anak lelaki yang berada di sampingnya ia dekap dengan sangat kuat, kemudian diciuminya berkali-kali. “Dengar nak, Ibu akan kembali dengan uang yang banyak, biar kamu bisa sekolahkata wanita itu dengan mata yang telah basah oleh air mata. Hidungnya telah merah dan tampak begitu lembab. Kemudian seketika tubuhnya gemetaran, peluh dan tangisan membanjiri tubuhnya. Ia menciumi bocah kecil itu lagi, lebih banyak, lebih dalam.

Ia menarik napas begitu kencang, seolah udara adalah benda padat yang tak bisa ia hisap. Kemudian ia menyeret tas hitam besar yang kosong melompong tanpa isi. Bukan karena tidak mau, hanya saja tak ada banyak barang yang bisa ia bawa. Di dalam tasnya, hanya ada beberapa potong baju yang kumal dan sebuah album foto yang lusuh.

***

Manusia macam apa yang tulus mempersembahkan waktunya untuk merantau seorang diri di tempat asing sebagai pembantu rumah tangga dan menggadaikan kebahagiannya bersama keluarga dan sahabatnya hanya demi seseorang? Makhluk macam apa yang sanggup mengorbankan sisa hidupnya untuk orang yang menjajah perutnya selama 9 bulan? Kemudian, makhluk macam apa yang bisa menantang kematian hanya untuk melindungi seseorang yang terus menyiksanya dengan tangisan dan eluhan? Dialah Ibu, makhluk yang begitu perkasa. Dan mungkin jika tiket surga bisa ditawar, wanita itu juga yang akan menebus dirinya hanya agar putra-putrinya bisa mengecap indahnya surga.

Empat belas tahun telah berlalu, dan segala hal telah berbeda. Hadi kecil itu kini terlihat begitu kuat, tetapi jika melihat kedalam matanya, ia tampak rapuh dan begitu tersayat. Hadi tampak seperti ingin menangis ketika secara tidak sengaja matanya menangkap sepasang Ibu dan anak yang saling berpelukan. Si Ibu menciuminya dengan lembut sementara si anak tampak begitu nyaman di pelukan ibunya. “Harusnya gua juga gitubisiknya sambil menghisap rokok murahannya. Hadi kecil itu telah beranjak besar, dia bukan anak balita yang polos dan penurut, pikirannya telah berkembang dan tanpa sadar menjadi semakin liar. Semakin liarnya, hingga ia kehilangan sudut pandang yang benar.

Nyokap gua kawin lagi kali sama majikannya di Malaysia.” kata Hadi sambil menghisap rokoknya. Celananya abu-abu sementara kemejanya putih dengan lambang OSIS. “Emang, harusnya kapan nyokap lo balik Had?” “Brengsek ! mana gua tau!” umpatnya sambil membuang putung rokoknya yang masih setengah. Matanya yang agak basah membuat matanya menjadi berkaca-kaca. Temannya yang dari tadi sibuk dengan rokok di tangannya mulai berkonsentrasi pada keadaan Hadi.

Mewek lo…man?” tanya temannya dengan gaya heran. “Sialan ! lo pikir gua bancikatanya dengan senyuman sinis. Tetapi efek kaca di dalam matanya tidak juga hilang dari bola matanya. Sepasang Ibu dan Anak itu masih terus berpelukan ketika Hadi menoleh ke arah mereka. Ada banyak hal yang tidak bisa di jelaskan jika menyangkut perasaan. Termasuk kebencian pada Ibunya juga rasa rindu yang tak terpuskan belasan tahun, keduanya bergumul di dalam dadanya, membuat Hadi begitu labil dan bimbang.

Sementara itu, Ibunya yang tampak gemetaran karena kelelahan bekerja tengah merebahkan tubuhnya ke kasur ketika secara perlahan air mata menetes dari kelopak matanya. Ia menghapusnya dengan cepat. Masih menangis, ia menyelipkan tangannya ke dalam sarung bantalnya, mencari-cari kertas di dalamnya. Mungkin itu kertas penghiburnya, tetapi tidak. Air matanya malah makin deras ketika ia memandangi kertas kumel dan basah di tangannya. Dahulu, itu adalah foto Hadi, tetapi kini lebih mirip dengan kertas busuk. Bukan karena si Ibu tidak mampu menjaganya, ia bahkan menyimpannya dengan sangat baik. Hanya saja ia terlalu sering memegang dan mengamati foto itu sambil menangis hingga air mata jatuh membasahinya dan tanpa sadar, menjadikan foto kenangannya semakin usang.

***

Awan masih biru dan terang ketika Hadi membuka jendela kamarnya. Ketika itu udara dengan kencang menembus tubhnya, ia merasa kedinginan jadi ia menutup kembali jendela itu dan merebahkan dirinya ke kasur, meliliti tubuhnya dengan selimut. Matanya susah payah ia pejamkan lagi sebelum tiba-tiba seseorang dengan tangan kasar mengelus pipinya sambil menangis.

Hadi kaget, ia menoleh dengan napas yang berengah-engah. Hampir saja ia berteriak ketakutan jika orang yang menyentuhnya itu tidak memeluknya erat sekali. Hadi merasakan perih di matanya seolah ada yang mengoleskan sambal kesana. “Ibu kangen banget sama kamu, Hadikata wanita yang di gerogoti rasa lelah dan luka ini. Hadi diam tanpa kata, seolah nyawanya terbang ke arwana dan ia tak bisa membawanya pulang.

Ibunya melesatkan ciuman berkali-kali di pipinya sampai tiba-tiba Hadi melepaskan diri dari pelukan Ibunya yang begitu kuat. “Aku bukan bayi lagikatanya dengan kening berkerut. Ibunya memandang wajah Hadi dengan mata nanar, ia lemas. Seolah seluruh tulang di tubuhnya dilucuti satu per satu. Ia berjalan dalam kehampaan.

Kangen nak sama Ibu?” tanyanya dengan senyum mengembang. “Ya” jawabnya dengan enteng. Ekspresi rindu yang tampak dalam matanya tertutup oleh kekesalan yang nampak dominan di wajahnya. Keningnya terus berkerut dan mulutnya terus terkunci bahkan ketika Ibunya mengeluarkan begitu banyak pakaian dari dalam kopor besarnya.

Hadi memandang semua pakaian-pakaian itu tanpa antusiasme sedikitpun. Matanya hanya mengamati tangan Ibunya yang terus menerus bergerak di atas pakaian-pakaian itu sementara mulut Ibunya tidak berhenti komat kamit berbicara banyak hal. Sampai akhirnya Hadi memegang tangan Ibunya dan berteriakGua butuh Ibu, bukan tukang bajukatanya dengan air mata yang bercucuran. “Kemana lo selama 14 tahun ini? Bisa-bisanya lo ninggalin anak lo sendiri di gobug reyot begini. Lo ga tau kan kalo nenek udah mati sejak 3 taun lalu ? Kemana aja lo selama ini? Hidup gua bener-bener susah. Bokap gua udah mati ketabrak kereta !”

Wanita itu memandang putranya dengan mata yang basah, hidungnya tampak sangat merah dan basah. Sesaat ia memandang Hadi dengan kesal tetapi dalam seketika tangannya yang kasar itu mengelus kepala Hadi, dan matanya serta merta berubah menjadi teduh dan bersinar terang. Ibu mengusahakan kehidupan yang layak untuk kita berduakata Ibunya dengan sabar. Sementara Hadi mendengus dengan acuh. “Banyak hal yang lo ga ngerti. Mendingan lo ga usah balik aja sekalian. Toh dengan atau tanpa lo, gua masih bisa hidup.” Ibunya memandang mata Hadi dengan wajah pucat. “Thanks buat semua hadiah dan uang lo selama ini. Kalo lo pengen gua ganti, oketapi gua perlu waktu.” ibunya merangkul Hadi dengan begitu keras, menangis meraung-raung. “Ibu cuma ingin kamu bahagia, nakkata wanita tua itu dengan kening yang tegang dan air mata yang bercucuran.

***

Daun pintu tiba-tiba saja di gedor, jam telah menunjukkan pukul 04.15. Si wanita tua yang telah keriput dan renta itu berlari menuju daun pintu kemudian buru-buru membuka kuncinya. Seorang pria muda dengan setelah kemeja dan dasi telah berdiri di sana dengan wajah letih. “Ayo nakkamu harus tidurkatanya seraya menarik tangan Hadi masuk. Bau alkohol tercium dari napas Hadi.

Brengsek ! gua di pecatteriaknya seperti orang gila. Wanita yang berada di sampingnya itu langsung merengkuh tubuh sempoyongan Hadi kedalam pelukannya, mengelusnya dengan lembut. “Ibu yakin Tuhan punya rencana lain, yang lebih baikkata Ibunya dengan mata berkaca-kaca dan tubuhnya menggigil ketakutan. Bukan karena takut kehilangan sumber uang, ia hanya takut kalau Hadi frustasi dan berhenti berjuang. Dia tidak takut kelaparan, tapi ia takut kalau Hadi tidak makan. Ia tidak takut kalau dirinya harus menjadi gelandangan, ia hanya takut kalau Hadi akan menjadi pengamen jalanan. Ia tidak takut mati, ia hanya takut kalau Hadi bunuh diri. Dialah ibu, wanita yang lahir ke dunia dengan ketulusan. Kasih murni tanpa balasan dan batasan. Dialah miniatur surga yang di kirim ke dunia. Dan dia ada di samping kita.

separador

0 komen:

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories