yang udah berkunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

MAKASIH KUNJUNGANNYA, MAMPIR LAGI YA...

Rabu, 26 Januari 2011

Hutan,saksi bisu pergolatan kehidupan

Hutan kala itu masih basah oleh embun, udaranya terasa sangat segar. Di tengah hutan, diatas dahan sebuah pohon mahoni besar dimana sinar mentari memberikan cahayanya yang terang, seekor burung kecil tampak tengah mengepakkan sayapnya,kemudian sesekali memandangi langit. Ia benar-benar berharap Ayahnya segera tiba karena ia memang sudah sejak kemarin tidak makan. Burung pipit lain terus mengoceh. Lalu yang paling kecil hanya diam, sepertinya ia terlalu lemas karena perutnya yang keroncongan. Di dalam sarang itu ketiga anak burung itu hidup bersama, menggantungkan hidup mereka pada Ayahnya. Mereka terus berharap agar Ayahnya pulang dengan segera, membawa makanan di mulutnya.

Sementara itu, di pinggiran hutan, dimana penduduk desa banyak bermukim, seorang anak kecil tengah menangis sambil memegangi perutnya yang terus-terusan berbunyi. “Lapar, pak” rengeknya sambil terus memegangi perutnya yang kempes. Sang Ayah memandang anak itu dengan mata berair, ia menahan agar air matanya jangan sampai tumpah. “Pak…lapar” rengeknya lagi. Kala itu memang tengah terjadi perubahan iklim yang ekstrim sehingga krisis makanan terjadi dimana-mana, termasuk pada manusia dan hewan-hewan hutan.

Dengan tergopoh-gopoh wanita setengah baya dengan rambut berantakan itu berlari menuju gadis kecil itu kemudian memeluknya dengan erat. “Ayo pak, bawakan anakmu ini makanan. Kita cuma punya beras, pergilah berburu” katanya dengan wajah memelas.

Seketika itu sang Ayah mengangguk kemudian dengan segera ia menuju hutan dengan membawa senapan anginnya.

Beberapa kali ia mencoba menembak kelinci, tetapi sasarannya selalu meleset. Kemudian saat ia mengejar kijang, tangan takdir pun membiarkan kijang itu lolos dari sergapan maut. Tiba-tiba ia mendengar cicit burung di atas pohon mahoni besar dimana keluarga burung hidup. “Riuh sekali” bisiknya sambil mempersiapkan bidikannya. Seekor burung pipit dewasa tengah memberikan ulat kepada anak-anaknya, kemudian ia bertengger di dekat sarangnya sambil mengamati mereka sampai tiba-tiba suara letusan terdengar dan Ayah burung-burung pipit itu terhempas ketanah dengan luka tembak yang menganga.

Pemburu itu membawa mayat burung pipit itu ke rumahnya kemudian memasaknya segera. Gadis kecil itu memandang burung-burung itu dengan air liur yang menetes. “Ini berkah buat keluarga kita ya,Pak” kata Ibu gadis kecil itu sesaat sebelum menyuapi anak gadisnya dengan daging burung kecil itu. “Bersyukurlah Bu” kata pemburu itu dengan senyum mengembang. Sementara itu, anak-anak burung pipit di dalam sarangnya itu terus menerus mengoceh, memanggil-manggil Ayahnya yang kini telah berada di dalam perut gadis kecil itu. Mereka terus mengoceh, berharap Ayahnya akan datang dengan ulat-ulat di dalam mulutnya, hingga satu per satu diantara mereka kelelahan dan mati.

Hikmah :

Ketika kita mendapatkan berkah, yakni sesuatu hal yang baik terjadi pada kita, mungkin pada saat yang sama ada pihak yang dirugikan. Kita harus bersikap bijak, ketika kita menerima berkah, kita tidak boleh terlalu bahagia, dan ketika kita mendapatkan musibah, kita juga tidak boleh terlalu bersedih karena mungkin ada pihak yang diuntungkan dengan musibah yang menimpa diri kita. Semuanya adalah siklus untuk mempertahankan kehidupan. Oleh karenanya, kita harus bersyukur pada saat kita mendapatkan berkah ataupun tertimpa musibah.

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp

separador

1 komen:

Abdul Cholik mengatakan...

Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.C.B
Artikel anda akan segera di catat
Salam hangat dari Markas New BlogCamp di Surabaya

Cari

profil

Foto saya
seolah hitam, padahal kelabu.

sahabat

Blog Archive

Categories